Wali Kota Eri Cahyadi Buka Suara Soal Penolakan Pembayaran Parkir QRIS oleh Jukir Surabaya – Berita Jatim

by
Wali Kota Eri Cahyadi Buka Suara Soal Penolakan Pembayaran Parkir QRIS oleh Jukir Surabaya

Pahami.id – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi buka suara soal penolakan Asosiasi Jasa Parkir (JPS) Surabaya terkait penggunaan sistem nontunai untuk parkir di Jalan Tunjungan.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menilai PJS masih belum memahami maksud dan tujuan kebijakan parkir nontunai. Padahal, tujuannya untuk meningkatkan pendapatan pengasuh secara jelas dan transparan.

“Karena saya parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan untuk jelas meningkatkan pendapatan mereka (Jukir). Jadi kalau (misalnya) dia (Jukir) mendapat 40 persen di kawasan itu, misalnya penghasilan Rp 1 juta, maka dia bisa membawanya pulang. .Rp 400.000 sehari, ” kata Kota Eri Cahyadi, Kamis (11/1/2024).

Dijelaskan Eri Cahyadi, dengan model parkir cashless, pendapatan pengemudi tidak perlu lagi dipotong oleh pihak lain. Misalnya saja adanya dugaan pemotongan dari petugas Dishub atau pihak lain. Sebab, setiap pemasukan Jukir kedepannya akan langsung masuk ke rekening masing-masing.

Jadi, dengan model berlangganan atau parkir nontunai seperti QRIS atau voucher, saya mau pastikan berapa yang dapat satu (jukir). Kalau begini, jelas dapat Rp400,-. ribu dapat Rp 300 ribu. Jadi, kita lihat siapa yang bermain, kata Cak Eri, sapaan akrabnya.

Dia tak mempermasalahkan jika PJS menolak rencana pembayaran parkir nontunai. Ingat, yang tugasnya mengurus kendaraan yang diparkir adalah Jukir.

“(Asosiasi menolak) ya tidak apa-apa, Jukir tidak (menolak). Jukir saja, nanti kita diskusikan dengan asosiasi. Surabaya selalu ada diskusi,” ujarnya.

Selain itu, Cak Eri menegaskan, tidak ada pihak yang bisa mengklaim memiliki tempat parkir di pinggir jalan umum. Sebab tanah tersebut milik pemerintah yang telah diatur dalam Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP).

“Tidak ada yang punya tanah, ada undang-undang, ada PP. Setiap usaha ada pajak parkirnya, setiap usaha harus menyediakan tempat parkir,” ujarnya.

Ia berharap semua pihak memahami bahwa kebijakan pembayaran parkir nontunai adalah untuk kesejahteraan pengemudi mobil. Selain itu, kebijakan ini juga untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi parkir.

“Yang menentukan kebijakan itu ketentuan undang-undang. Ini (tempat parkir) milik pemerintah, sopir mau berangkat, tidak apa-apa. Sekarang asosiasi, pertanyaan saya apa gunanya (menolak), karena itu Yang jelas ini demi kesejahteraan juru parkir,” tegasnya.

Pemkot tak ingin pendapatan harian para jukir kembali terpangkas setelah mendapat 35 persen. Oleh karena itu, dengan kebijakan ini diharapkan pendapatan Jukir lebih jernih dan transparan tanpa adanya pemotongan lebih lanjut dari pihak lain.

“Jangan (per hari) Rp 400 ribu lalu mungkin dipotong berapa (individu) dari Dinas Perhubungan, berapa A. Pikiran saya bagaimana meningkatkan kesejahteraan Jukir. Makanya masyarakat harus memikirkan kesejahteraan Jukir,” ujarnya.