Pahami.id – Pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak akan digelar di Kabupaten Bangkalan Madura, Mei 2023. Namun, panasnya persaingan calon potensial dan berbagai persoalan yang muncul selama tahapan pencalonan sudah terasa belakangan ini.
Masih ingat kasus penikaman berdarah yang menimpa petugas pemilu bernama Ridoi (37)? Ia dianiaya oleh salah satu calon kepala desa di Desa Manggaan, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan Madura. Dia ditikam hingga menderita luka parah di tubuhnya.
Pelaku penusukan bernama Samsul (50) yang merupakan salah satu calon kepala Kampung Manggaan. Motifnya, pelaku terluka karena tidak lolos verifikasi dalam proses pencalonan kepala desa setempat. Peristiwa ini terjadi pada 17 Maret 2023.
Peristiwa lain terjadi di Desa Kanegara, Kecamatan Konang, juga di Kabupaten Bangkalan. Kedua kelompok massa itu sempat terlibat ketegangan dan nyaris bentrok. Salah satu kubu tersebut adalah pendukung calon kepala desa yang dicoret oleh panitia seleksi.
Tak terima calonnya dicoret, kedua kelompok massa itu kemudian melakukan aksi protes. Pendukung calon kepala desa yang sudah meninggal datang ke dewan desa, dan dihentikan oleh pendukung calon kepala desa. Kejadian itu viral di media sosial.
Dalam video yang viral di media sosial, warga kamp yang tidak lolos menerobos masuk ke kantor desa dan menemui Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD) sambil membawa senjata tajam (sajam).
Terjadi sejak tahap seleksi
Di tempat lain, Kampung Morombuh, kejadian serupa juga terjadi. Sejumlah warga mendatangi kantor Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD). Pasalnya, calon kepala desa yang didukung warga dicoret oleh AJK.
“Nilainya paling tinggi, tapi kenapa turun sepihak tanpa alasan yang jelas. Malah mereka keluarkan skor untuk variabel pengalaman pemerintahan calon kita,” kata perwakilan warga bernama Abdurrahman Tohir, Kamis (30/30/2023). .
Ia menjelaskan, sejak awal calon yang didukungnya, yakni Muhammad Imron, telah mengikuti semua tahapan yang ada. Semua syarat juga telah terpenuhi. Anehnya, setelah nilai uji kompetensi keluar, Imron dianggap gagal.
“Mereka bilang administrasinya tidak lolos. Bagaimana tidak lolos, tahapannya masih awal dan kami akan mendapatkan surat keputusan jika calon kami lolos verifikasi administrasi. Kami punya bukti dan mereka mencetaknya sendiri,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan panitia tidak transparan. Pasalnya, saat diputuskan mengambil nomor urut calon, panitia tidak menginformasikan secara tertulis status Imron setelah pengumuman uji kompetensi.
“Jadi ketika semua caleg mengambil nomor urut di mukim, kami tidak diberi tahu. Mereka tidak diberi surat pencabutan dan tidak diberi surat apapun,” ujarnya.
Ia menjelaskan, secara prosedural, panitia seharusnya memberikan penghargaan yang jelas secara tertulis. Bahkan, panitia dituding mengambil keputusan sepihak terhadap pemilihan calon.
“Mengapa demikian, karena dalam proses penetapan calon harus melibatkan beberapa pihak. Salah satunya TFPKD dan elemen masyarakat lainnya. Sejak tadi malam kami menunggu tapi tidak ada.