Pahami.id – Pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri di hari ulang tahun ke-50 partai itu disebut mengerdilkan posisi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi mengatakan, pidato tersebut tidak melecehkan Presiden. Apalagi jika dilakukan pada hajatan internal partai.
“Perlu dipahami bahwa upacara ini dimaksudkan untuk merayakan keluarga besar dan orang biasa. Karena sejak awal dirancang untuk menjadi acara internal partai,” kata Haryadi seperti dikutip dari DI ANTARA di Surabaya, Jumat (14/1/2023).
Menurutnya, yang paling sering diundang hadir adalah kalangan akar rumput, yakni pengurus cabang partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan parpol lain yang berada di level elit tidak diundang. Tidak semua jajaran menteri di kabinet Presiden Joko Widodo diundang.
“Seperti halnya dalam sebuah keluarga, Anda bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun pasar politik internal dan militansi kader. PDIP adalah salah satu partai dengan ID politik atau identitas politik terkuat. Ini berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama ini,” ujarnya.
Cara berpolitik seperti ini terbukti berhasil. Haryadi menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan PDIP berhasil pada Pemilu 1999.
Selanjutnya, pada Pemilu 2004 dan 2009, PDI-P gagal bahkan terlempar dari kekuasaan. Kemudian lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP kembali berkuasa.
Kemenangan dalam pemilihan legislatif dan presiden tahun 2014 dan 2019 merupakan rekor baru dalam politik elektoral di Indonesia.
Faktor penentu menang dua kali berturut-turut karena PDIP beruntung memiliki dua panutan sekaligus, yakni Megawati dan Jokowi.
“Kekuatan kedua tokoh ini menjadi perekat identitas partai yang sangat kuat. Hal itu juga menentukan kemenangan beruntun PDI Perjuangan. Namun, potensi kekuatan mereka secara kelembagaan telah melemah dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka,” ujarnya. kata Haryadi.
Nah, sebenarnya jika dicermati lebih dalam, bukti-bukti di atas justru menegaskan betapa pentingnya posisi Jokowi dalam pandangan Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, tanpa melupakan pandangan ke depan Mega sebagai pemimpin dan jiwanya sebagai negarawan.
“Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerakan dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tidak ada subordinasi. Dan seperti tubuh, kepala tidak lebih penting dari tangan. atau kuku. Tidak ada keindahan pada organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku,” ujarnya.
“Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya dan Presiden Jokowi dalam satu kesatuan tubuh bernama Indonesia,” ujarnya.
Maka, lanjutnya, bijaklah untuk memaknainya agar kepentingan yang dibungkus dengan pemalsuan makna dalam komunikasi politik tidak mendapat tempat dalam upaya memecah belah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi.
Haryadi menyarankan agar semua pihak menempatkan setiap kalimat sesuai dengan konteksnya.
“Jangan dipenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik yang nakal,” katanya.