Pahami.id – Siapa yang tidak tahu kualitas kopi Indonesia? Bahkan kedai kopi bermerek di luar negeri sudah banyak menggunakan kopi asal Indonesia.
Berdasarkan data International Coffee Organization (ICO) 2019/2020, produksi kopi Indonesia kini menjadi yang terbesar ke-4 di dunia sebesar 686 ribu ton per tahun. Posisi Indonesia masih cukup jauh dari produsen kopi terbesar dunia, yaitu Brasil. Negara Samba mampu berproduksi hampir 20 kali lipat, dengan produksi 3,5 juta ton per tahun atau memenuhi 35,7% dari total kebutuhan kopi dunia yang mencapai 9,8 juta ton per tahun.
Hal inilah yang menjadi perhatian Menteri BUMN Erick Thohir saat meresmikan Indonesian BRI & Pegadaian Coffee Festival (ICF) 2023, Sabtu (6/5).
Erick Thohir mengungkapkan, upaya mendukung ekosistem industri kopi tidak lepas dari visi pemerintah terhadap industri pangan. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan minimal pada kisaran 5%.
Upaya ini tak lepas dari peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terbukti menjadi solusi bagi ekosistem kopi Tanah Air. Hal itu diwujudkan dengan mendukung penguatan industri kopi langsung dari hulu hingga hilir.
Erick juga mengatakan, selain industri makanan, upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan menghilirisasi sumber daya alam dan memperkuat ekonomi kreatif. Untuk industri pangan, seperti penguatan ekosistem kopi tanah air, perlu digenjot. Erick meyakini hal ini tak lepas dari kontribusi konsumsi domestik terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
“Harus ada industri di mana semua pemangku kepentingan bekerja sama sehingga kualitasnya bagus, dan ada nilai tambah. Kami membuktikannya dengan penggunaan hilir dan rumah tangga. Makanya saya dukung ekosistem kopi ini,” tegasnya.
Salah satu semangat BUMN untuk memajukan industri kopi Indonesia adalah melalui skema Program Makmur Kopi yang dilakukan oleh seluruh pelaku ekosistem Kopi Indonesia di PMO Kopi Nusantara dengan BRI sebagai salah satu stakeholder utama di sana. “Oleh karena itu, saya di BUMN awalnya bertanya kepada teman-teman bahwa kita perlu menjadi solusinya. Ini dibuat, agar seluruh pemangku kepentingan terintegrasi,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan posisi Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia. Indonesia hanya menyumbang 6,6% dari produksi kopi dunia, masih di bawah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Mengutip riset BRI Research Institute pada 2023, Sunarso mengatakan di sektor hulu, bisnis kopi akan terus tumbuh dan berkembang di pasar domestik dan global. Kemudian di sektor hilir, pendapatan kopi global diproyeksikan terus meningkat meski pertumbuhannya melambat.
“Jadi penting bagi kita semua untuk mengetahui secara pasti di fase mana nilai tambah kopi itu berada. Dan berapa nilai tambah yang ada, lalu kemana kita harus memfokuskan energi kita untuk meningkatkan nilai tambah kopi kita,” ujarnya.
Sunarso juga memaparkan hasil kajian terkait pentingnya peningkatan nilai tambah komoditas melalui industri kopi. Saat ini rata-rata produksi kopi Indonesia sekitar 600 kg per hektar per tahun. Padahal biasanya 1,5 – 2 ton per hektar per tahun.
“Kemudian jika penjualan dilakukan dalam bentuk biji kopi, hanya 500 kg. Harga jualnya sekitar Rp 15 juta. Sedangkan jika produksi biji kopi olahan sangrai turun menjadi 350 kg, tapi harga jualnya Rp 45 juta,” kata Sunarso.
Jika prosesnya diperpanjang ke tahap bubuk, bobotnya akan berkurang menjadi 340 kg, namun dengan harga jual sekitar Rp 50 juta.
Sunarso menjelaskan lagi, jika kopi bubuk ini dijual dalam bentuk cup siap minum setara dengan sekitar 57.000 cup dengan nilai jual sekitar Rp 850 juta.
Untuk menciptakan posisi kopi Indonesia yang kuat di luar negeri, menurutnya kopi asal Indonesia perlu dijual dalam bentuk cup dengan branding Indonesia. Jangan sampai kopi dari seluruh daerah di Indonesia saat masuk ke pasar global disebut brand asing.
“Ini tantangan sekaligus masalah yang harus kita jawab bersama. Oleh karena itu, nampaknya kita perlu menyepakati visi kopi Indonesia ke depan. Visinya adalah ‘Menjual Kopi dengan Nilai Tambah Maksimal’. Pemandangan! Dan tentunya dijual secara global,” ujarnya.
Dalam hal peningkatan daya saing pelaku usaha kopi, BRI terus menunjukkan kontribusinya dengan memberdayakan pelaku usaha kopi dari hulu hingga hilir. Salah satunya melalui program pemberdayaan klaster kopi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi, serta meningkatkan kesejahteraan petani. Hingga Maret 2023, BRI telah membina setidaknya 274 klaster kopi di seluruh Indonesia dimana satu klaster usaha kopi beranggotakan puluhan hingga ratusan.
Selanjutnya, strategi pemberdayaan BRI tidak lepas dari penguatan ekosistem ultra mikro dan mikro. Lebih dari 75 ribu Mantri BRI, Mortgage Tax Estimator, dan Account Officer PNM di seluruh Indonesia memberikan pendampingan usaha untuk meningkatkan kreativitas dalam mengelola keuangan usaha.
Selain itu, BRI secara konsisten melaksanakan BRIlianpreneur yang merupakan ajang kurasi, dan pembekalan untuk membuka peluang pasar ke luar negeri bagi nasabah binaan BRI. Komoditas kopi menjadi salah satu andalan di bidang kuliner di samping sektor unggulan lainnya seperti fesyen, kriya, dan furnitur.
Pembiayaan dan pemberdayaan yang dilakukan BRI merupakan bentuk nilai bisnis dan nilai sosial bagi petani dan pengusaha kopi untuk dapat menghasilkan kopi berkualitas dengan nilai tambah yang optimal.