Universitas Al-Azhar yang terletak di Kairo, Mesir dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi tertua di dunia dan sebagai universitas keagamaan terpenting di dunia Islam termasuk di Indonesia hingga sejarah berdirinya HMI di Indonesia. Kehadiran Al-Azhar menjadi bukti bahwa peradaban Islam sebenarnya cukup maju dibandingkan dengan peradaban Barat karena perguruan tinggi barat baru berdiri sekitar 2 abad setelah Sejarah Berdirinya Al-Azhar. Mengetahui seberapa besar pengaruh universitas ini dalam dunia pendidikan, ada baiknya kita mengetahui sedikit tentang sejarah berdirinya Universitas Al-Azhar.
Sejarah Berdirinya Al-Azhar
Universitas Al-Azhar dimulai dengan berdirinya masjid tersebut pada tahun 970 M (Masehi), seperti sejarah Masjid Agung Semarang, oleh Dinasti Fatimiyah dan diresmikan pada tahun 988 M. Saat itu, Kairo ditaklukkan oleh Fatimiyah. Tentara pada tahun 969 M yang kemudian membangun masjid tempat Jami’ al-Qahira (Masjid Kairo) Pembangunan masjid ini berlangsung selama 2 tahun dan pertama kali digunakan untuk shalat pada 7 Ramadhan 361 H/22 Juni 972 M. Lihat juga sejarah kerajaan Aceh.
Seiring berjalannya waktu, kompleks masjid Jami’ al-Qahira berganti nama menjadi al-Azhar. Nama al-Azhar berasal dari nama Fatimah al-Zahra, putri dari Nai Muhammad SAW dan istri dari Ali bin Abu Thalib. Sejak saat itu, Jami’ al-Qahira lebih dikenal dan dikenal dengan nama Al-Azhar. Kelahiran Al-Azhar sebagai lembaga pendidikan dimulai saat Dinasti Fatimiyah sedang mencapai puncaknya. Saat itu Dinasti Fatimiyah dipimpin oleh Abu al-Mansur Nizar al-Aziz pada tahun 975 M – 996 M.
Pengembangan Universitas Al-Azhar
Abu al-Mansur menyetujui proposal yang diajukan oleh Ibn Killis, menteri agamanya, untuk membangun sistem pendidikan di masjid Al-Azhar. Ibnu Killis juga menugaskan beberapa guru tetap untuk melaksanakan pendidikan tersebut dan mereka dilatih oleh Ibnu Killis terkait kurikulum Pendidikan Al-Azhar. Para guru kemudian mengikuti kurikulum yang telah diterapkan dan menerima pembayaran tetap dari pemerintah Fatimiyah. Pada masa itu, Sejarah Berdirinya Al-Azhar memiliki empat sistem pengajaran sebagai berikut:
- Kelas Umum: ditujukan bagi umat Islam yang datang ke Al-Azhar untuk mempelajari Al-Quran dan metode penafsirannya.
- kelas Islam: diperuntukan bagi umat Islam yang ingin mempelajari masalah-masalah keislaman bersama para pembimbing pada saat itu.
- Kelas Darulhikam: diberikan oleh da’i dan ditujukan untuk masyarakat umum dan kalangan santri pada saat itu.
- Kelas Informal: disediakan bagi umat Islam yang ingin mempelajari Islam.
Dalam perkembangannya, Universitas Al-Azhar tidak hanya memiliki pembelajaran sebatas ilmu agama, tetapi juga bercabang menjadi diskusi dan debat bebas antar ilmuwan. Oleh karena itu, Al-Azhar mulai memperoleh karakteristik universitas akademik dengan pembelajaran yang beragam. Pada masa kejayaannya pada abad ke-14 dan ke-15, Universitas Al-Azhar mulai menyediakan ilmu-ilmu seperti kedokteran, matematika, astronomi, geografi, dan sejarah. Meski begitu, teologi dan hukum tetap menjadi fokus utama kajian dan penelitian. Inilah pertengahan sejarah berdirinya Universitas Al-Azhar. Lihat juga silsilah kerajaan Islam Banten.
Universitas Al-Azhar di Zaman Modern
Ketika penjajahan Eropa dimulai, peran Al-Azhar pun berubah, seperti halnya masa penjajahan Eropa di Indonesia. Pada masa pemerintahan Perancis, Al-Azhar digunakan sebagai tempat perlawanan terhadap tentara Perancis. Ketika pada tahun 1811, kebangkitan Muhammad Ali memiliki kebijakan penguasaan negara yang terpusat. Oleh karena itu, Al-Azhar juga harus menerima perubahan otonomi tradisionalnya, termasuk perubahan internal organisasi dan aturannya.
Saat ini, Al-Azhar dan para ulama terpinggirkan secara politik akibat munculnya rezim penguasa Muhammad Ali Pasha. Rejim ini memiliki tujuan untuk mereformasi struktur administrasi seiring dengan perubahan bidang hukum dan pendidikan. Dengan pembaharuan ini, Islam kehilangan dua domain, dimana sebelumnya para ulama adalah aktor utamanya. Selain itu, saluran baru untuk mendidik elit telah dibuat. Akibatnya, para ulama dan santri Al-Azhar harus bersaing dengan sekolah-sekolah baru seperti Dar al-Ulum.
Al-Azhar kemudian menjadi tempat kelahiran para pembaharu Islam pada awal abad ke-20, dimana salah seorang pembaharu terkenal yang mengajar di universitas tersebut adalah Muhammad Abduh (1849 – 1905). Meski beberapa pandangannya tidak diterima dengan baik, perubahan iklim intelektual di Al-Azhar mulai terasa.
Al-Azhar menerima status universitas dan direorganisasi menjadi unit akademik modern pada tahun 1930-an. Al-Azhar mulai menerbitkan jurnal dan menambahkan disiplin ilmu baru ke dalam kurikulumnya dan mendirikan perguruan tinggi wanita.
Sistem Pendidikan Al-Azhar dibagi menjadi 3 jenis fakultas pada tahun 1950. Fakultas-fakultas tersebut adalah Hukum Islam, Ushuluddin, dan Bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1961, Al-Azhar mulai membuka fakultas-fakultas umum selain studi Islam seperti kedokteran, teknik mesin, pertanian, dll. Proses modernisasi di Al-Azhar telah berkontribusi memperluas pengaruhnya di dunia Islam, di mana tokoh-tokoh penting Islam adalah mahasiswa dari universitas tersebut. Lihat juga sisa-sisa kerajaan Islam di Indonesia.
Sistem Pendidikan Al-Azhar Sekarang
Sistem pembelajaran Al-Azhar sangat unik dan berbeda dari yang lain. Sebagian besar universitas kini telah menerapkan sistem yang modern dan canggih untuk memantau mahasiswanya, namun Al-Azhar masih lebih memilih menggunakan sistem klasiknya. Al-Azhar menerapkan sistem pembelajaran bertahap 4 tahun, tidak ada absen di kelas, dan siswa bebas memilih mata pelajaran dan guru yang ingin dipelajari. Sepintas, sistem semacam ini tampaknya tidak kondusif dan samar, namun ada beberapa makna dan maksud di balik sistem yang diterapkan.
Sistem absensi pada setiap pertemuan memiliki filosofi bahwa seorang mahasiswa perlu mengutamakan ilmu yang didapat, tidak hanya datang untuk absen tetapi tidak mendapatkan ilmu. Selain itu, dalam menyempurnakan administrasinya, Al-Azhar masih menggunakan sistem manual, dimana kesabaran santri akan dilatih.
Al-Azhar juga menggunakan sistem sanad (sejarah) dimana santri bertatap muka dengan guru untuk belajar dan tentunya santri juga akan diuji untuk melihat sejauh mana mereka menguasai ilmu yang diberikan. Selain menimba ilmu di dalam kelas, santri juga didorong untuk menimba ilmu melalui halaqah di masjid Al-Azhar. Selain itu, Al-Azhar juga memiliki ruang kelas sederhana dengan menggunakan meja dan bangku panjang yang biasanya diisi oleh 5-7 orang. Inilah yang mengajarkan murid-muridnya untuk menjadi sederhana.
Adapun sistem ujian di Al-Azhar, universitas menggunakan sistem paket, dimana nilai mata kuliah yang diujikan pada semester genap dan ganjil digabungkan. Bagi siswa yang tidak lulus lebih dari 2 pelajaran, maka akan diulang selama setahun. Sedangkan siswa yang hanya gagal pada 1 atau 2 mata pelajaran, tetap dinyatakan lulus ulangan pada mata pelajaran tersebut saja. Meski Al-Azhar terkesan memiliki sistem ujian dan evaluasi yang ketat, universitas ini tetap ingin mengajarkan mahasiswanya kesungguhan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu.