Berita Siapa HTS dan Bagaimana Posisinya di antara Faksi Suriah?

by


Jakarta, Pahami.id

Kelompok Kehidupan Tahrir al-Sham (HTS) menjadi fokus usai memimpin fraksi masuk Suriah menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Assad.

Pada Minggu (12/8), HTS dan faksi Suriah merebut ibu kota Damaskus, memaksa al-Assad melarikan diri ke Rusia. Penyitaan terjadi dengan cepat karena tidak ada perlawanan saat pasukan pemerintah melarikan diri.


Siapakah HTS dan Bagaimana Posisinya di Kalangan Suku Suriah?

Hayat Tahrir al-Sham (HTS) adalah kelompok pejuang terbesar dalam Operasi Pencegahan, sebuah kelompok “payung” bagi faksi-faksi di Suriah yang dibentuk untuk mengoordinasikan operasi militer.

Dahulu Hayat Tahrir al-Sham disebut Jabhat al-Nusra atau Barisan al-Nusra. Front al-Nusra didirikan pada tahun 2011 oleh Negara Islam Irak (ISI) di Suriah tetapi kemudian memisahkan diri dan menyatakan kesetiaan kepada Al Qaeda.

Front al-Nusra pada tahun 2012 menjadi kekuatan tempur terdepan di Suriah. Tahun itu, Front al-Nusra menyembunyikan hubungannya dengan ISIS.

Namun, pada tahun 2013, ketegangan muncul ketika ISI di Irak secara sepihak mendeklarasikan penggabungan kedua kelompok (ISI dan Front al-Nusra). ISI juga mendeklarasikan pembentukan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) yang memiliki pandangan kuat terhadap jihad.

Pemimpin Front al-Nusra, Mohammed Al Julani, tidak setuju dengan penggabungan ini. Dia tidak setuju dengan taktik kekerasan yang dipromosikan ISIS.

Al Julani pun berusaha keluar dari ISIS dengan berjanji setia kepada Al Qaeda. Kepada kelompok ini, ia berjanji menjadikan Front al-Nusra sebagai cabang Al Qaeda di Suriah.

Namun hubungan Front al-Nusra dengan Al Qaeda tidak bertahan lama. Al Julani memutuskan hubungan dengan Al Qaeda pada tahun 2016 karena dia merasa afiliasi tersebut tidak efektif dalam upayanya untuk mendapatkan dukungan dari komunitas lokal Suriah.

Front al-Nusra juga bergabung dengan faksi lain di Suriah dan berganti nama menjadi Hayat Tahrir al-Sham pada tahun 2017.

HTS akhirnya menguasai Idlib dan diperkirakan memiliki hingga 30.000 pejuang, katanya. Al Jazeera.

Pada tahun 2018, HTS ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.

Menurut laman Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS), HTS menyatakan bahwa mereka adalah “entitas independen yang tidak terikat pada organisasi atau partai mana pun, termasuk Al Qaeda.”

Untuk membuktikan bahwa mereka tidak terlibat dengan Al Qaeda, HTS menangkap orang-orang yang terkait dengan Al Qaeda.

Namun, Amerika Serikat yakin ada hubungan antara keduanya dan bahwa HTS telah menjadi “alat untuk memajukan posisi Al Qaeda dalam pemberontakan di Suriah dan untuk mencapai tujuan mereka sendiri”.

Di Suriah, HTS memiliki sayap sipil yang disebut Pemerintahan Keselamatan Suriah (SG). SG berfungsi seperti negara, dengan perdana menteri, kementerian, dan departemen lokal yang mengawasi sektor-sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan rekonstruksi.

Mereka juga menyelenggarakan dewan keagamaan yang dipandu oleh Syariah atau hukum Islam.

Bersama SG, HTS mencoba menghadirkan citra modern dan sederhana untuk merebut hati masyarakat lokal dan dunia internasional. Pada saat yang sama, mereka mempertahankan identitas Islam untuk memuaskan kelompok garis keras di wilayah yang dikuasai pemberontak dan jajaran HTS sendiri.

Upaya HTS juga telah menyatukan faksi dan pemberontak di sebagian besar wilayah Suriah. Hal ini mencerminkan jihad moderat yang lebih maju dibandingkan gerakan jihad ekstrem seperti ISIS dan Al Qaeda.

(blq/dna)