Jakarta, Pahami.id –
Kasus perpanjangan dan penganiayaan dilakukan oleh enam anggota Makassar Polrestabes melawan orang -orang di distrik tersebut KeherananSulawesi Selatan, yang dituduh melakukan pengedar narkoba, menyebabkan pernyataan perdamaian kedua.
Kepala Komisaris Polisi Makassar Pol Arya Perdana mengatakan proses perdamaian itu adalah materi untuk meringankan enam petugas polisi dalam kejahatannya.
“Jika ada pernyataan damai, itu hanya mengurangi proses di pengadilan,” kata Arya kepada wartawan pada hari Kamis (7/31).
Arya menjelaskan bahwa proses perdamaian juga tidak perlu menghentikan kasus pidana.
“Jadi kasusnya tidak harus diselesaikan, setelah damai, tetapi kasusnya berlanjut,” katanya.
Pada pelanggaran Kode Etik Enam Anggota, Arya mengatakan dia masih menunggu keputusan kriminalnya.
“Sesi kode etik akan dilakukan setelah keputusan tindakan kriminal. Kami masih menunggu persidangan pidana, kami akan mengadakan sesi kode etik,” katanya.
Secara terpisah, polisi kembali keluar dari polisi, AKP Hatta mengkonfirmasi keamanan kedua belah pihak, tetapi memastikan kasus itu berlanjut.
“Kedamaian ada di luar, tetapi kasusnya sedang berlangsung,” kata ketika dikonfirmasi oleh wartawan.
Warga distrik Takalar, Sulawesi Selatan, Yusuf Saputra (20) diduga menjadi korban penganiayaan dan perpanjangan yang dilakukan oleh enam anggota Makassar Polrestabes setelah didakwa dalam kasus perdagangan narkoba tembakau sintetis.
Joseph menjelaskan bahwa perpanjangan itu terjadi pada hari Selasa (5/27) sekitar jam 22:00, ketika ia sementara berada di area pasar malam di Galesong Field, Kabupaten Takalar.
“Aku nongkrong di lapangan, tiba -tiba sekitar enam orang datang, lalu mengarahkan senjata ke kepalaku dan kemudian memukulku.
Setelah itu, kata Joseph, dia harus pergi ke tempat yang tenang dengan mengendarai mobil ke tempat yang tenang. Joseph berkata di tempat yang tenang dia diikat dan dipukuli sampai dia ditelanjangi.
“Saya harus bergabung dengan mereka, dibawa ke tempat yang tenang, di sinilah saya pasti akan dianiaya dan kemudian disuruh membuka semua pakaian saya dari pakaian saya, celana saya ke celana saya, saya dilucuti oleh polisi,” katanya.
Tidak hanya itu, Joseph mengatakan dia harus mengklaim memiliki obat tembakau sintetis yang dituduhkan oleh petugas polisi Bripda Andika. Namun, Joseph menekankan bahwa dia tidak mengenali barang -barang ilegal meskipun dia berulang kali disiksa.
Polisi akhirnya meminta RP yang damai. 15 juta dari keluarga korban sebagai kondisi untuk membebaskan Joseph.
“Mereka bertanya pada Rp 15 juta pertama tetapi keluarga saya tidak punya banyak uang, jadi mereka menurunkan menjadi Rp5 juta, tetapi mereka ditolak karena mereka tidak bisa,” katanya.
(mir/wis)