Jakarta, Pahami.id —
Duta Besar Republik Indonesia untuk Suriah Wajid Fauzi membandingkan situasi negaranya saat ini dengan apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998.
Pekan lalu, milisi Hayat Tahrir Al Sham (HTS) berhasil menggulingkan rezim diktator Presiden Bashar Al Assad yang berkuasa selama 24 tahun terakhir. Wajid menyebut situasi ini sebagai pergantian kekuasaan.
“Saya melihat yang kita saksikan sebenarnya adalah pergantian kekuasaan di suatu negara,” kata Wajid dalam diskusi virtual mengenai Suriah yang digelar Partai Gelora, Rabu (11/12).
Ia kemudian menegaskan, pergantian kekuasaan bisa terjadi di negara mana pun, termasuk Indonesia.
“Kita juga ingat masa di Indonesia yang dialami [perubahan kekuasaan] pada tahun 1998 atau semacamnya. “Jadi kami sebagai masyarakat Indonesia melihat ini sebagai perubahan kekuasaan,” tambah Wajid.
Pada tahun 1998, presiden yang memerintah Indonesia selama 32 tahun, Soeharto, mengundurkan diri setelah serangkaian peristiwa politik. Masyarakat menyebut peristiwa ini sebagai reformasi tahun 1998.
Sebelum mengundurkan diri, sejumlah besar masyarakat kerap melakukan demonstrasi menentang pemerintahan Soeharto.
Sebelumnya, sebanyak 50 tokoh Indonesia mengutarakan keprihatinannya dalam dokumen “Petisi 50”.
Mereka antara lain mantan Kepala Staf TNI Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Ali Sadikin, serta mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir.
Dokumen ini mengolah penggunaan filsafat negara untuk melegitimasi kekuasaan Soeharto. Saat itu, ia menyatakan setiap kritik yang dilontarkan kepada presiden berarti kritik terhadap Pancasila.
Soeharto juga dikenal kerap membungkam lawan politik dan siapapun yang menentangnya.
Sekembalinya ke Suriah, Wajid mengatakan Indonesia memiliki hubungan baik dengan negara tersebut.
Suriah bahkan menjadi salah satu negara yang mendukung Indonesia di PBB dalam upaya mencapai kemerdekaan.
Suriah berhasil dikuasai HTS setelah beberapa kali melancarkan serangan pada akhir November lalu.
Dalam waktu singkat, mereka berhasil merebut situs dan kota strategis seperti Aleppo. Kemudian pada 8 Desember, HTS menguasai Damaskus dan Istana Kepresidenan.
(isa/rds)