Terdakwa Kasus Sirup Maut Dituntut 7 Tahun hingga 9 Tahun, Kuasa Hukum Terdakwa Buka Suara – Berita Jatim

by
Terdakwa Kasus Sirup Maut Dituntut 7 Tahun hingga 9 Tahun, Kuasa Hukum Terdakwa Buka Suara

Pahami.id – Sidang kasus narkoba berbentuk sirup yang diduga menyebabkan kematian banyak anak ini masih berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, Jawa Timur.

Terbaru, sidang yang digelar pada Rabu (18/10/2023) ini merupakan tahap pengakuan atau pembelaan terdakwa.

Kuasa hukum keempat terdakwa yakni Lanang Kujang Pananjung SH menegaskan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai salah menafsirkan persoalan hukum terdakwa kasus a quo.

Menurut dia, seharusnya yang tergugat adalah PT Afi Farma secara korporasi, bukan menempatkan tergugat secara perseorangan, sehingga sangat tidak benar dan tidak berdasarkan hukum.

“Perlu kita tegaskan dalam hal ini adanya tindak pidana yang diduga dilakukan oleh perusahaan. Artinya perbuatan direksi dan/atau karyawan itu dilakukan untuk Perusahaan,” ujarnya saat ditemui di Solo, Senin (23/2). 10/2023).

Lanang menambahkan, Direktur PT Afi Farma berdasarkan UU Perseroan Terbatas merupakan penanggung jawab tertinggi dalam proses pembuatan obat, sedangkan peredaran obat yang dikeluarkan oleh Direktur PT Afi Farma adalah atas nama korporasi, bukan untuk kepentingan korporasi. tindakan pribadi.

Namun surat dakwaan dan tuntutan itu disampaikan JPU kepada terdakwa secara pribadi sebagai pihak yang bertanggung jawab, bukan kepada Direktur PT Afi Farma sebagai korporasi, jelasnya.

Sidang sirup parasetamol produksi PT Afi Farma yang memakan lima korban jiwa, semuanya anak-anak, digelar di Pengadilan Negeri Kota Kediri.

Seperti diketahui, Direktur Utama PT Afi Farma Arief Prasetya Harahap (terdakwa 1) divonis 9 tahun penjara. Tiga terdakwa lainnya, Nony Satya Anugrah (terdakwa 2), Aynarwati Suwito (terdakwa 3) dan Istikhomah (terdakwa 3) masing-masing divonis 7 tahun penjara dan terdakwa juga divonis denda Rp 1.000.000.000 subsider enam bulan. dalam penjara sebagaimana dimaksud dalam Klaim 4 terdakwa sesuai dengan tuntutan pertama yaitu Pasal 196 dan Pasal 98 ayat (2) dan (3) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut Lanang, penempatan terdakwa sebagai pegawai dilakukan untuk menjalankan fungsi korporasi, kemudian ada keuntungan bagi korporasi, sehingga dianggap sebagai tindak pidana korporasi.

“Jadi penempatan Terdakwa 1, 2, 3 dan 4 sebagai perseorangan yang bertanggung jawab secara pribadi tidak dapat dibenarkan, karena PT Afi Farma merupakan perusahaan yang telah memiliki legalitas dan CPOB dalam menjalankan aktivitasnya,” kata Lanang Kujang Pananjung.