Pahami.id – Fakta lainnya terungkap dalam kelanjutan kasus Tragedi Kanjuruhan Malang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kemarin. Kali ini Kapolres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto diperiksa sebagai saksi.
Ia diperiksa sebagai saksi tersangka Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dan Kasat Samapta Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Kompol Wahyu bersaksi sebagai saksi selama kurang lebih tujuh jam.
Kompol Wahyu menjelaskan banyak hal termasuk tugasnya sebagai Kabag Ops, terutama saat memastikan pertandingan Derby Arema Jatim vs Persebaya. Dia mengatakan, misalnya, Kapolri justru meminta agar tilang dikurangi.
Namun, saat itu panitia mengatakan tiket sudah terjual dan tidak bisa ditarik kembali. Hal itu disampaikan dalam persidangan atas tragedi yang menewaskan 135 orang dan melukai ratusan lainnya itu.
Hal tersebut disampaikan Irjen Pol dalam rapat koordinasi jelang pertandingan terkait kemungkinan paparan sebelum, selama, dan setelah pertandingan. Dibahas juga mengenai pengawalan, jumlah tim, masing-masing pengadilan menjelaskan siapa saja anggotanya.
“Dalam rapat koordinasi Pak Haris (ketua Panpel) menjelaskan Bonek tidak hadir, jumlah tiket yang terjual 42.500 dari 43.000 tiket yang disediakan. Ada perintah dari Kapolres untuk mengurangi tiket, tapi petugas tiket mengatakan sudah terjual,” kata Kompol Wahyu dikutip dari beritajatim.com, jaringan media suara.com.
Dia kemudian menceritakan kronologi operasi yang dilakukan polisi. Kompol Wahyu menjelaskan, sekitar September 2022 dirinya menerima salinan surat terkait permintaan pengamanan pertandingan Arema vs Persebaya yang berlangsung pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang.
Segera setelah menerima salinan surat permohonan pengamanan tersebut, saksi kemudian melakukan beberapa langkah antara lain membuat risalah rapat resmi dan beberapa surat terkait permohonan pengamanan dari pihak terkait dan merubah jadwal pertandingan.
Langkah selanjutnya, kata saksi, melaksanakan rencana pengamanan (renpam) berupa pemaparan gambaran berbagai kemungkinan seperti kelemahan-kelemahan yang akan terjadi di lapangan sebagai masukan kepada pimpinan untuk tindak lanjut pengamanan.
“Beberapa hal menjadi pertimbangan dalam RKPA, diantaranya sejarah dimana dalam sejarah pertandingan Arema vs Persebaya pernah ada kasus pemain dilempar suporter saat pemain Arema kembali,” ujarnya.
Kemudian pada 15 September 2022 diadakan rapat koordinasi internal. Rapat koordinasi dihadiri oleh beberapa PJU tetapi tidak semua. Rakor tidak menyampaikan larangan penggunaan gas air mata seperti yang diatur PSSI.
Pasalnya, dalam enam pertandingan sebelumnya para wasit juga dilengkapi dengan gas air mata. “Itu (gas air mata) bagian dari perlengkapan petugas,” katanya.
Pada tanggal 28 September 2022 dilakukan rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan Brimob, Terdakwa Suko, Persebaya, Kemenpora, Kemenkes, seluruh PJU. Selain rapat koordinasi langsung, juga dilakukan via zoom, seperti dengan Polri pendukung, seperti Kapolres Mojokerto, Sidoarjo dan Polres Malang.
JPU menanyakan apakah dalam rakor disampaikan bahwa pada tahun 2018 ada pertandingan antara Arema dan Persib dan ada tembakan gas air mata yang mengakibatkan 200 orang luka-luka? Saksi menjawab tidak pernah dikomunikasikan.
Dalam rapat koordinasi itu, kata saksi, lagi-lagi tidak ada pembahasan soal larangan penggunaan gas air mata sebagaimana diatur dalam aturan PSSI. Sebab, kata saksi yang sekali lagi membenarkan, selama menjabat Kabag Obs dan Obs Polres Malang dan enam kali mengontrol pertandingan di Kanjuruhan, petugas selalu dibekali senjata gas air mata.
Pada pertandingan itu, saksi berada di tribun Utara Stadion Kanjuruhan Malang. Saksi melihat keributan di tribun dan ada tiga penonton yang menduga Aremania adalah Wayang. “Saat itu saya yang mengamankan dan tidak ada Steward yang terlihat,” ujarnya.
Kompol Wahyu tetap mengatakan, sebelum pertandingan dimulai ada provokasi terhadap Bonek dari Aremania namun Steward tidak mengambil tindakan apapun.
Lanjut Kompol Wahyu, banyak hal yang sudah dilakukan sebagai antisipasi. Misalnya, pada pertandingan sebelumnya ada sejumlah penonton yang mabuk. Sehingga seluruh Kapolres di Malang melakukan razia miras dan hasilnya dilaporkan setiap hari.
Saat pertandingan usai, para pemain Persebaya langsung berlari ke lorong ruang ganti dan masuk ke dalam mobil Barakuda. Saat itulah saksi mengaku mendapat instruksi dari Kapolres untuk mengiringi mobil Barakuda yang dikemudikan pemain Persebaya.
Ia kemudian melihat para suporter telah melakukan tindakan anarki dan kebutaan. Menghancurkan truk, melempar anggota dengan batu bata dan batu. Mobil Barracuda pun sempat terhenti karena banyak kendaraan yang rusak, batu bata, pagar di depan Barracuda.
“Situasi saat itu sedang tegang, suporter melakukan aksi anarkis,” ujarnya.
Saksi juga melihat gas air mata ditembakkan ke arah gerbang utara dan saksi melihat kekacauan, kebrutalan, dan anarkisme. Aremania saat itu sudah melempari petugas dengan batu bata, batu, dan pagar.
JPU bertanya, dengan keos, apakah renpam yang dibuat saksi tidak jalan? Saksi berdalil, tidak fokus pada masalah karena yang terjadi di depan mata adalah situasi stadion Kanjuruhan yang sudah tegang.
Dia juga membantah pernyataan Suko sebelumnya bahwa tidak akan ada kerusuhan jika aparat tidak melakukan tindakan represif. Menurut saksi, pramugara yang tidak bertanggung jawab, misalnya, seharusnya menjaga pintu kecil itu.
“Tanggung jawabnya apa? Tidak ada Steward bahkan di gerbang kecil dan ada keributan di tribun kedua, lebih tepatnya di tribun berdiri, yang menjaga di sini ketika tidak ada Steward yang ditemukan,” ujarnya.
Saksi mengaku juga terkena gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Malang dan mengaku matanya sakit, namun tidak lama kemudian hilang.