Pahami.id – Prof Dr Mahfud MD selaku calon wakil presiden berpasangan dengan Ganjar Pranowo menyatakan, sejauh ini belum ada investor swasta yang secara konkrit terlibat dalam pembiayaan pengembangan IKN.
Hal tersebut rupanya dibantah langsung oleh Gibran Rakabuming Raka yang merupakan calon wakil presiden dari Prabowo Subianto.
Gibran menanggapi pernyataan Prof Mahfud dengan menyebut beberapa perusahaan yang ikut pembiayaan IKN seperti Mayapada dan Agung Sedayu.
Menanggapi hal itu, Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah punya pandangan berbeda. Menurut dia, sesuai peraturan perundang-undangan, IKN berasal dari tiga pihak.
“Kalau dijelaskan secara umum, pendanaan IKN berasal dari tiga pihak, pertama dari APBN, kedua dari penggunaan dan/atau pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), serta investasi swasta,” imbuhnya.
Menurut Said yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan itu, dari peninjauan data sumber pendanaan IKN yang dilakukannya, sejauh ini masih bersumber dari APBN.
Realisasi APBN untuk IKN dimulai pada tahun 2022 sebesar Rp 5,5 triliun, pada tahun 2023 perkiraannya sebesar Rp 29,3 triliun dan rencana alokasi APBN tahun 2024 sebesar Rp 40,6 triliun. Jadi, hingga tahun 2024, penggunaan APBN direncanakan sebesar Rp 75,4 triliun.
Jadi, jika rencana anggaran IKN sebesar Rp466 triliun, maka dibagi dalam tiga indikator pendanaan, yakni APBN Rp90,4 triliun, Badan Usaha/Swasta Rp123,2 triliun, dan KPBU Rp252,5 triliun. Jelang tahun depan, alokasi anggaran melalui APBN sudah mencapai 16,1 persen, hampir 20 persen seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dan Mas Gibran yang menargetkan penggunaan APBN maksimal hanya 20 persen untuk anggaran IKN, jelasnya. .
Sejauh ini, Said juga menilai belum ada kesadaran konkrit mengenai penarikan investasi swasta atau yang berasal dari BMN sebagaimana diperbolehkan undang-undang. Sementara itu, sejumlah media memberitakan bahwa investasi swasta sebesar Rp 45 triliun masih berupa Letter of Intent (LoI) alias hanya sekedar pernyataan komitmen yang belum terwujud dalam aksi investasi yang tidak sebesar pemberitaan. Selain itu, skema tersebut juga merupakan model Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan lagi-lagi ia khawatir APBN juga akan membiayainya.
“Ini yang saya khawatirkan sejak lama, minimnya minat pihak swasta terhadap pengembangan IKN akhirnya menjadikan APBN sebagai sumber pendanaan utama. IKN baru dicanangkan tiga tahun sejak rencana penggunaan anggaran APBN mencapai 16,1 persen, padahal ini merupakan proyek jangka panjang. “Sebaiknya pemerintah mengadakan rencana aksi jangka panjang secara bertahap dengan pendanaan berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta,” ujarnya.
Said yang juga Ketua DPD PDIP Jawa Timur sangat memahami kekhawatiran para pengusaha terhadap investasinya di IKN. Pertama, pemilu sedang berlangsung, ada sejumlah calon presiden yang berkomitmen melanjutkan IKN, ada juga yang menolak IKN. Hal ini tentu akan menjadi risiko investasi bagi para pengusaha.
“Kami tegaskan pasangan Ganjar dan Mahfud berkomitmen untuk terus melanjutkan pengembangan IKN. Selain karena amanah undang-undang, kami bermaksud membangun IKN untuk ikut menanggung beban Jakarta yang mempunyai kelebihan kapasitas dalam menampung ruang hunian, baik sebagai ibu kota negara maupun pusat perekonomian dengan cara yang benar. Jakarta tidak dapat mendukung standar hidup lingkungan yang sehat. Jakarta selalu dinobatkan sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia, bahkan beberapa kali menduduki peringkat kedua dunia. Makanya ibu kota negara perlu dipindahkan, untuk mengurangi beban Jakarta, jelasnya seperti dikutip dari Berita Jawa Timur – Jaringan Pahami.id.