Jadi Bahan Candaan Oleh Zulhas, Ini Hukum Ucapkan ‘Amin’ dalam Salat – Berita Jatim

by
Jadi Bahan Candaan Oleh Zulhas, Ini Hukum Ucapkan 'Amin' dalam Salat

Pahami.id – Beberapa hari lalu, viral isi pidato Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) di Semarang terkait ucapan ‘Amin’ dalam doa yang dikaitkan dengan politik.

Zulhas diketahui sempat melontarkan sindiran bahwa sejak masa politik telah terjadi perubahan sosial di masyarakat. Misalnya, ada orang yang tidak mengucapkan ‘amin’ setelah imam membacakan surat Al-Fatihah.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar angkat bicara soal pernyataan Zulhas.

Menurut ulama yang akrab disapa Gus War ini, mengucapkan kata ‘Amin’ di akhir surat Al-Fatikah adalah sunnah.

“Kalimat-kalimat yang dianjurkan syarak untuk dibunyikan setelah orang membaca waladholin atau ketika orang berdoa. “Itu hukum sunnahnya, awalnya begitu,” kata Gus War, dikutip dari Beritajatim.com–rekan media Pahami.id, Kamis (21/12/2023) sore.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Kediri menjelaskan, kata ‘Amin’ di akhir surat Al-Fatihah artinya aku berharap Tuhan mengabulkan permintaanku, orang tuaku, dan guruku.

Perang Gus melanjutkan, kata ‘Amin’ sudah ada sejak zaman dulu. Sebelum partai dan Indonesia ada. Kata-kata ini akan terus diucapkan hingga akhir zaman. Karena itu, dia meminta jangan dipolitisasi.

Menurutnya, jamaah salat yang tidak membacakan Amin di akhir surat Al-Fatikah adalah hal yang lumrah.

“Jadi wajar saja tidak ada kaitannya dengan Anies-Muhaimain. Tidak diucapkan bukan berarti shalatnya tidak sah, tidak ada hubungannya dengan politik. Bisa saja orang tersebut diam karena mulutnya sakit atau semacamnya. Jadi tidak ada bisnisnya, tidak ada larangan orang bilang atau tidak dan tidak ada hubungannya dengan politik, ujarnya.

Ia meminta agar kata ‘Amin’ tidak dikaitkan dengan Anies-Muhaimin yang juga memiliki singkatan ‘AMIN’.

“Baru-baru ini dalam konteks Pilpres ada calon presiden dan wakil presiden, kebetulan salah satunya bernama Anies, wakilnya Muhaimin, biar mudah, kemudian disingkat menjadi AMIN yang artinya Anies dan Muhaimin. Namun kedua kalimat ini tidak sama. Yang satu bernuansa agama murni, yang satu bernuansa politik untuk Pilpres 2024, lanjutnya.

Ia meminta masyarakat tidak terlibat polemik terkait kata ‘Amin’. Termasuk tidak berlebihan.

“Jadi akhir-akhir ini Encik Kiai Abdul Somad, Ustad Adi Hidayat, juga Encik Anies Baswedan dan terakhir Encik Zulhas melontarkan lelucon dengan mengaitkan orang-orang yang berdoa karena mencintai pasangan calon tertentu, lalu tidak mau mengatakan Amin. Saya juga melihat dalam video Encik Kiai Somad yang memperlihatkan berbagai aliran mengenai jari yang disebutkan saat tahiyat. Bagaimana dengan Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan lain-lain, ujarnya.

Padahal, candaan terakhir Kiai Somad tentang masyarakat mendukung calon tertentu, ketika tahiyat tidak menggunakan satu jari melainkan dua jari, adalah lelucon, tegasnya.

Meski demikian, Gus War tetap mengingatkan semua pihak, termasuk calon presiden dan wakil presiden, untuk berhati-hati dalam bercanda, terutama soal agama. Saat keadaan memanas.

“Nah, karena ini ada konsekuensi politiknya, jadinya jadi sibuk. Akhirnya sibuk. Tapi saya harap kita berhati-hati. Saya meminta Anda untuk berhati-hati saat berkhotbah. Saat calon presiden berpidato atau bercanda, berhati-hatilah saat bercanda. “Kalau pimpinan partai bercanda dengan diksi agama, saya harap hati-hati,” tegasnya.

MUI, kata Gus War, berfungsi memberikan nasehat kepada kiai, ulama, dan politisi agar lebih berhati-hati dalam menggunakan diksi agama.

Karena ada pepatah ‘kalamul imam, imamamul kalam’, kata pemimpin kata pemimpin. Harus hati-hati, dampaknya tidak baik kalau tidak hati-hati. Agama memberi nasehat, kata Rasulullah, agama itu nasehat. Nasehat kepada para pemimpin dan umat,” Nabi bersabda kepada para pemimpin, politisi, khatib dan ulama untuk berhati-hati. Sebab ketajaman mulut lebih berbahaya dibandingkan ketajaman pisau,” ujarnya.

Terakhir, Gus War meminta seluruh masyarakat Indonesia menjaga persatuan di tahun politik.