Gibran Unggul, Cak Imin Tidak Optimal – Berita Jatim

by
Gibran Unggul, Cak Imin Tidak Optimal

Pahami.id – Debat perdana cawapres 2024 pada Jumat malam lalu rupanya menyedot perhatian banyak pihak, tak hanya netizen, hingga para pengamat pun menjadi perbincangan hangat.

Kali ini, Pengamat Kebijakan Publik Politik Universitas Indonesia (UI) Wisnu Juwono memberikan analisis mendalam terkait debat Cawapres Pilpres 2024.

“Saya kira Gibran unggul dalam Penyajian, Mahfud dalam Substansi, Cak Imin kurang Optimal,” kata Wisnu Juwono.

Taktik Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo – Gibran menurunkan ekspektasi terhadap Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai berhasil.

Wisnu mencatat kesamaan strategi dengan Presiden Joko Widodo pada tahun 2014, yaitu menciptakan ekspektasi rendah terhadap kejutan positif.

Dengan menilai Gibran sebagai underdog, Wisnu menyatakan bahwa hal ini membuat Gibran bisa tampil mengikuti jejak sang ayah dengan bahasa yang sederhana, menyampaikan pesan-pesan kunci yang berulang-ulang, misalnya tentang program ekonomi untuk menciptakan generasi emas di tahun 2045.

Analisis Wisnu juga menyoroti kelemahan peserta debat, khususnya Muhaimin Iskandar, yang kesulitan memanfaatkan waktu yang terbatas dan menggunakan istilah “ekonomi busuk” yang dianggap tidak tepat untuk topik serius yang menyangkut kehidupan banyak orang.

Sedangkan Mahfud MD dinilai lebih unggul dari segi substansi, terutama saat menyampaikan program ekonomi pada pernyataan penutup, meski penyampaiannya terkesan terburu-buru dan terlalu banyak membaca teks, kata Wisnu.

Namun Wisnu mengkritisi adanya misinformasi, ketidakakuratan fakta, dan penyampaian program ekonomi yang tidak realistis dari ketiga calon wakil presiden tersebut.

Rencana Muhaimin Iskandar membangun 40 megacity setara Jakarta dan kenaikan tarif pajak Gibran menjadi 23 persen dinilai tidak realistis.

Sedangkan Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen di era reformasi yaitu pada kuartal II tahun 2021 tidak sesuai klaim Mahfud. Menurut Wisnu, penyajian rencana atau data yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dapat membingungkan pemilih.

Meski Gibran dinilai paling efektif dalam menyampaikan pesan, dibandingkan Mahfud dan Cak Imin, Wisnu menyayangkan “penggunaan taktik yang dianggap tidak etis dengan pertanyaan teknis dan penggunaan istilah asing yang sulit dipahami lawan, seperti Carbon Capture Storage atau SGIE, tanpa menjelaskan singkatan atau arti pertanyaan tersebut.

Wisnu juga menyoroti kelemahan KPU sebagai penyelenggara debat. Penambahan podium calon wakil presiden dinilai belum memberikan perbaikan signifikan, sedangkan format debat masih terkesan seremonial, kaku, dan birokratis.

“Pemilihan tema yang subtopiknya terlalu banyak juga dinilai tidak memberikan ruang yang cukup bagi penjelasan komprehensif dari calon,” ujarnya.

Wisnu menyarankan batas maksimal tiga subtopik untuk dipikirkan lebih dalam, misalnya subtopik ekonomi digital, ekonomi sektor riil, dan ekonomi sektor investasi.

Salah satu yang paling ditekankan oleh Wisnu Juwono adalah topik ekonomi. Ia menilai, isu ekonomi sebagai salah satu program utama pemerintah seharusnya menjadi fokus calon presiden, bukan wakil presiden.

“Dalam konteks pemilu di negara maju seperti Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris, topik perekonomian selalu menjadi salah satu fokus perdebatan antar calon kepala pemerintahan,” kata Wisnu. [Antara]