Dirut BRI: Indonesia Sumbang 6,6% Produksi Kopi Dunia – Berita Jatim

by
Dirut BRI: Indonesia Sumbang 6,6% Produksi Kopi Dunia

Pahami.id – BRI & Pegadaian Indonesia Coffee Festival (ICF) 2023 sukses menyedot perhatian para pecinta dan pebisnis kopi tanah air. Festival yang diadakan pada 5-7 Mei 2023 di JIEXPO Kemayoran Jakarta ini merupakan ajang bergengsi di industri kopi Indonesia yang menampilkan berbagai kebutuhan individu dan bisnis. Mulai dari biji kopi, mesin espresso, roaster, peralatan barista, packaging, cup, agen pemasaran, bahkan retail solution seperti point of sale system dari berbagai brand ternama lokal maupun global.

Tidak hanya berkolaborasi dengan ratusan brand, BRI & Pegadaian Indonesia Coffee Festival 2023 juga menampilkan berbagai kegiatan yang dapat memperkuat jaringan para pedagang dan juga industri kopi Indonesia seperti kejuaraan barista, kejuaraan brewer, cup taster dan berbagai program lainnya seperti speed. -kencan dengan investor, penghargaan booth terbaik, menu pilihan masyarakat, hidangan kopi Indonesia terbaik dll.

Dalam acara tersebut, Menteri BUMN RI Erick Thohir turut hadir. Menurutnya, upaya mendukung ekosistem industri kopi tidak lepas dari visi pemerintah terhadap industri pangan. Hal ini merupakan salah satu upaya menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Erick mengatakan, selain industri pangan, upaya lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi adalah hilirisasi sumber daya alam dan penguatan ekonomi kreatif. Untuk industri pangan seperti penguatan ekosistem kopi tanah air perlu didorong dan tidak lepas dari kontribusi konsumsi dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi negara.

“Harus ada industri di mana semua pemangku kepentingan bekerja sama sehingga kualitasnya bagus. Jadi ada nilai tambah. Ini dapat dilakukan di hilir dan penggunaan rumah tangga. Makanya saya dukung ekosistem kopi ini,” tegasnya.

Solusi ekosistem kopi nasional, dengan mendukung penguatan industri kopi langsung dari hulu ke hilir dilakukan oleh BUMN. Untuk memajukan industri kopi Indonesia, salah satunya melalui skema Program Makmur Kopi yang dilakukan oleh seluruh pelaku ekosistem Kopi Indonesia di PMO Kopi Nusantara dengan BRI sebagai salah satu pemangku kepentingan utama. “Oleh karena itu, saya di BUMN mengajak teman-teman untuk menjadi solusinya. Ini dibuat, agar semua pemangku kepentingan terintegrasi,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia. Indonesia menyumbang 6,6% dari produksi kopi dunia, di bawah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.

Dalam paparannya, mantan Dirut Pegadaian yang sukses merintis “The Gade Coffee Shop” dan “Gade Emas” ini mengatakan, di sektor hulu, bisnis kopi akan terus tumbuh dan berkembang baik di pasar domestik maupun global. Kemudian di sektor hilir, pendapatan kopi global diproyeksikan terus meningkat.

Sunarso juga menjelaskan pentingnya peningkatan nilai tambah komoditas melalui industri kopi. Saat ini rata-rata produksi kopi Indonesia sekitar 600 kg per hektar per tahun. Sedangkan normanya 1,5 ton-2 ton per hektar per tahun.

Kemudian jika penjualannya dilakukan dalam bentuk biji kopi hanya akan menjadi 500 kg. Harga jualnya sekitar Rp 15 juta. Sedangkan jika produksi dalam bentuk biji kopi olahan sangrai turun menjadi 350 kg, namun harga jualnya Rp 45 juta.

Namun jika dijadikan bubuk, hanya 340 kg dengan kenaikan harga jual sekitar Rp 50 juta. Sementara jika kopi bubuk ini dijual dalam bentuk cup siap minum, ada sekitar 57.000 cup yang nilai penjualannya bisa mencapai sekitar Rp 850 juta.

“Jadi penting bagi kita semua untuk mengetahui secara pasti di fase mana nilai tambah kopi itu berada. Dan berapa nilai tambah yang ada, lalu kemana kita harus memfokuskan energi kita untuk meningkatkan nilai tambah kopi kita,” tegasnya.

Karena itu, menurutnya penting kopi asal Indonesia dijual dalam cangkir bermerek asal Indonesia. Jangan sampai kopi asal Indonesia saat memasuki pasar global dicap dengan merek asing. “Ini tantangan sekaligus masalah yang harus kita jawab bersama, karena itu kita perlu menyepakati visi kopi Indonesia ke depan. Visinya adalah ‘Menjual Kopi dengan Nilai Tambah Maksimal’. Pemandangan! dan tentunya dijual secara global,” tegasnya.

Untuk mendukung aspirasi tersebut, BRI juga mendorong perlunya industrialisasi produk pangan tersebut. Sunarso juga menjelaskan, pihaknya telah merumuskan strateginya. Pertama, dari sisi on-farm atau di lapangan yang dibutuhkan mulai dari analisa tanah, rekomendasi dan pemberian pupuk, bibit hingga racun. Atau bahkan harus bebas pestisida untuk menjadi kopi organik.

Kedua, diperlukan teknologi untuk mekanisasi pertanian. Tentunya dengan bantuan agronomi dan budidaya. Ketiga, saat panen memasuki fase off farm, harus ada pengolahan pasca panen, pemberian modal kerja seperti KUR, pembiayaan distributor, kemudian penyediaan off taker, kemudian pembangunan kapasitas dan bengkel.

Keempat, lanjut Sunarso menjelaskan, untuk membangun ekosistem bisnis yang berkelanjutan perlu adanya project leader untuk pengawasan bisnis, mengkoordinasikan kegiatan.

“Ini juga perlu didukung oleh berbagai pihak termasuk perbankan dan lembaga keuangan untuk pembiayaan. Kemudian penguatan sarana produksi, pengembangan riset dan teknologi, harus ada pendampingan penanaman dan offtaker, serta harus diasuransikan sehingga menguntungkan dan aman,” pungkasnya.