Berawal dari kekecewaan dan dendam kaum kafir Quraisy terhadap kaum muslimin karena kekalahan mereka dalam Perang Badar di bulan Ramadhan 624 M. Abu Sufyan dalam versi orang Mekkah yang tidak mengakui kenabian Muhammad SAW, kekalahan di Perang Badar dipandang sebagai penyergapan yang menerpa aktivitas utama mereka dalam kehidupan metropolis-perdagangan.
Terkait hal itu, Abu Sufyan segera mendesak warga Mekkah untuk melancarkan serangan balasan lagi. Dan Abu Sufyan langsung memimpin pasukan Quraisy Mekkah untuk menyerang kaum muslimin. Dengan membawa pasukan sekitar 3.000 orang terlatih termasuk pasukan lapis baja. Tak hanya itu, mereka juga diperkuat oleh 200 kavaleri. Dan peristiwa ini tidak ada kaitannya dengan sejarah perang Ain Jalut yang memiliki cerita berbeda.
Sejarah Perang Uhud
Keberangkatan pasukan Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan terjadi setahun setelah Perang Badar, tepatnya pada tahun 625 M di bulan Syawal tahun ketiga Hijriah. Rombongan tentara ini berjalan dari Mekkah hingga tiba di dua mata air Lembah Sabkhah, dari jalur air di atas lembah yang menuju ke Madinah dan sayangnya, tentara muslim tidak mengetahui bahwa ada pemukiman militer dari Mekkah yang dipimpin oleh Abu Sufyan. yang berkemah tidak jauh dari Madinah.
Hanya dua atau tiga hari kemudian, umat Islam akhirnya mendapat informasi bahwa umat Islam Madinah sedang diancam. Hal ini diinformasikan oleh Abbas (paman Nabi yang masih berada di Mekkah) dengan mengirimkan surat secara diam-diam kepada keponakannya (Nabi Muhammad). Akhirnya setelah mendapat informasi dari mata-mata yang diutus Nabi untuk menandai musuh, umat Islam mengadakan pertemuan pada hari Jum’at 6 Syawal 3 Hijriah.
Dalam pertemuan itu Nabi bersabda untuk tetap tinggal di Kota dengan membiarkan pasukan musuh menyerang Kota, tentu ini akan menjadi pilihan yang lebih bijak. Diharapkan strategi ini mampu memukul mundur tentara musuh daripada harus berperang di daerah terbuka, mengingat jarak musuh sangat dekat dengan kota Madinah. Selain itu, karena jumlah pasukan, pengalaman tempur, dan persiapan musuh jauh lebih banyak daripada kaum Muslimin, maka sangat memungkinkan untuk mengalahkan mereka di medan terbuka. Strategi dan keajaiban dalam perang ini kurang lebih sama dengan sejarah perang Badar.
Dalam kaitan ini, Nabi juga melihat bahwa umat Islam masih memiliki Euphoria kejayaan Perang Badar, satu tahun sebelumnya. Sebagian dari mereka begitu bersemangat menyambut kedatangan musuh di luar kota Madinah. “Wahai Rasulullah, kami tidak ingin berperang di jalan-jalan Madinah. Di era Jahiliyah, kita selalu menjaga agar hal itu tidak terjadi. Bagus, setelah datangnya Islam, masih terpelihara,” kata seorang Ansar.
Mendengar pernyataan tersebut, Nabi tanpa berkata sepatah pun langsung memakai baju perang, dan menyiapkan senjata untuk berangkat ke medan perang. Melihat reaksi Nabi, membuat para sahabat lainnya merasa bingung. Ada yang merasa kejadian barusan tidak pantas, karena seolah-olah telah melanggar perintah Nabi. Terkait hal tersebut, mengakibatkan perdebatan kecil di antara mereka, “Bukankah sesungguhnya Nabi telah menjelaskan sesuatu kepadamu, tetapi kamu menginginkan yang lain?” Maka, Hamzah menemui Rasulullah dan berkata, kami serahkan semua keputusan kami kepada Rasulullah.” Kata salah seorang sahabat kepada Hamzah bin Abdul Mutholib (paman Nabi).
Segera Hamzah pergi menemui Nabi dan menyampaikan pesan. Mendengar pesan seperti itu, Nabi berkata, “Tidak ada nabi, jika dia telah memakai baju besinya, lalu dia melepasnya dan mundur sebelum pertempuran selesai.” Jadi, dengan kata-kata ini, umat Islam berangkat dari Madinah menuju pegunungan Uhud dengan hanya sepertiga dari tentara Quraisy (1000). Nampaknya masih perlu dikurangi, karena sempat terjadi perselisihan di tengah jalan, dan ketika pasukan ini tiba di daerah Syauth, Abdullah bin Ubay bin Salul beserta pasukannya yang berjumlah 300 orang memilih kembali ke Madinah. Mereka punya 2 alasan, pertama. Perang ini tidak mungkin dilakukan karena perjalanannya cukup jauh tetapi mereka belum menemukan kubu musuh. Kedua, mereka tidak mau berperang di luar wilayah Madinah.
Dengan kembalinya pasukan yang dipimpin oleh Ibnu Salul yang berjumlah 300 orang. Maka Nabi hanya memiliki 700 prajurit dan harus melawan pasukannya dari Quraisy Madinah (dipimpin oleh Abu Sufyan) dengan total 3.000 orang. Tak hanya itu, jumlah tentara Muslim pun kembali dikurangi. Ketika Rasulullah memulangkan beberapa pasukan dalam barisannya yang dianggap terlalu muda, di antaranya: Abdullah bin Amru, Zaid bin Thabit, Usamah bin Zaid dan masih banyak lainnya, jumlahnya sekitar 14 remaja.
Kekalahan kaum muslimin
Sesampainya di Bukit Uhud, Nabi Muhammad SAW mengatur pasukannya dalam beberapa formasi, 50 untuk pemanah di bawah pimpinan Abdullah bin Jubair di puncak Bukit, dan lainnya di bawah bukit untuk menyerang musuh. Dari riwayat Imam Muslim (terjemahan As-Sirah An-Nabawiyyah, 2005: 492), perang itu begitu dahsyat. Situasi awal pertempuran didominasi oleh pasukan Nabi, terutama karena adanya pemanah di atas bukit yang bisa melihat pergerakan musuh di bawah, untuk menaikkan moral pasukan di tengah pertempuran.
Nabi mengambil pedang yang jatuh dan menawarkannya kepada pasukannya, “Siapa yang akan mengambil pedang ini dariku?” Kemudian pasukan Nabi berebut merebutnya. “Aku, wahai Rasulullah, aku…” Rasulullah melanjutkan kalimatnya, “Siapa yang mengambil pedang ini, dan menggunakannya dengan baik?”. Tiba-tiba tim tempur terdiam. Hingga akhirnya Abu Dujannah maju ke depan dan berkata bahwa dia akan mengambil pedang tersebut, “Aku akan mengambil pedang itu dan menggunakannya dengan benar”.
Namun, situasi berbalik ketika umat Islam di Bukit melihat kemenangan yang akan segera terjadi di mata mereka, Ashab bin Jabir berkata dari atas bukit, “Ayo rebut barang rampasan!” Ibnu Jubair (pemimpin regu panahan) mencoba mengingatkan, “Apakah kamu lupa pesan Nabi?” Mengabaikan peringatan itu, mereka turun dari bukit. Maka kemenangan babak pertama di bukit Uhud hilang ketika Kholid bin Walid dan kavalerinya menyadari kelalaian pemanah Nabi dengan mengepung bukit, Kholid bin Walid menyerang pasukan ini dari belakang.
Hal-hal yang membuat lembah Uhud menjadi jebakan yang sempurna bagi umat Islam, kini mendorong mereka dari depan dan belakang. Dengan cara itu, pasukan Nabi sulit membedakan antara musuh dan sahabat, sehingga mereka pun saling serang dan mengakibatkan korban jiwa yang sangat banyak hingga 70-75 orang Muslim. Sementara korban pihak Quraisy hanya 22-37 orang. Selain itu, Anda perlu mengetahui beberapa sejarah lain tentang Islam, seperti sejarah perang salib, penyebab perang di Yaman dan Arab Saudi, dan lain-lain.