Jakarta, Pahami.id –
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva mengkritik PBB dan lembaga multilateral lainnya dan mengatakan mereka gagal melindungi korban perang Gaza.
Hal itu disampaikan Lula usai bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, jelang KTT ASEAN. Pada forum ini, para pemimpin Brasil berkesempatan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump.
“Siapa yang bisa menerima pembantaian di Jalur Gaza?” Ungkap Lula, seperti dikutip AFP, Sabtu (25/10). “Lembaga-lembaga multilateral yang dibentuk untuk mencegah hal-hal ini terjadi telah berhenti berfungsi. Saat ini, Dewan Keamanan PBB dan PBB tidak lagi berfungsi.”
Lula juga mengkritik Trump dengan mengatakan bahwa bagi seorang pemimpin, lebih penting berjalan dengan kepala tegak daripada Hadiah Nobel. Sebelumnya, Trump terang-terangan mengutarakan ambisinya meraih penghargaan tersebut.
Trump meninggalkan Washington pada hari Jumat menuju Asia dan akan berbicara dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan pada hari Kamis, hari terakhir kunjungannya.
Namun pertama-tama, Trump diperkirakan akan menyaksikan penandatanganan perjanjian damai antara Thailand dan Kamboja pada hari Minggu.
Gedung Putih mengkritik Komite Nobel Norwegia bulan ini setelah mereka memberikan Hadiah Perdamaian kepada pemimpin oposisi Venezuela Maria Corina Machado dan mengabaikan Trump.
Sejak kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua sebagai presiden, Trump berulang kali menegaskan bahwa dirinya pantas mendapatkan Nobel atas perannya dalam menyelesaikan berbagai konflik.
Para pengamat mengatakan klaim Trump berlebihan.
Sementara itu, Trump dan Lula mulai memperbaiki hubungan mereka setelah berbulan-bulan berselisih mengenai hukuman terhadap mantan presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang juga merupakan sekutu Trump.
Trump mengenakan tarif 50 persen pada banyak produk Brasil dan menjatuhkan sanksi pada beberapa pejabat tinggi, termasuk hakim Mahkamah Agung, untuk menghukum Brasil.
Mahkamah Agung Brasil menjatuhkan hukuman 27 tahun penjara kepada Bolsonaro pada bulan September atas perannya dalam upaya kudeta Lula.
Namun, hubungan antara Trump dan Lula mulai mencair ketika kedua pemimpin berusia 79 tahun itu mengadakan pertemuan singkat di luar Majelis Umum PBB pada bulan September. Mereka kemudian berbicara melalui telepon pada 6 Oktober dan membahas terlebih dahulu kemungkinan pertemuan di KTT ASEAN.
(AFP/VWS)

