Jakarta, Pahami.id –
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Jumat (24/10) meminta pembaruan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) di tengah perang dan konflik di beberapa negara.
Pernyataan itu disampaikan Guterres dalam pidato virtual memperingati 80 tahun berdirinya PBB.
Ia menekankan pentingnya reformasi DK PBB agar menjadikan badan tersebut “sesuai tujuan” di era krisis global di semua tingkatan.
“Dewan (keamanan) sangat penting dan merupakan kekuatan untuk kebaikan. Namun di saat yang sama, legitimasinya rapuh,” kata Guterres, dikutip dari Agensi Anadolu.
Guterres memuji kontribusi DK PBB selama berabad-abad, membantu Kamboja keluar dari genosida, transisi pemerintahan Afrika Selatan dari apartheid, dan menjaga perdamaian di Sierra Leone, Timor Leste, dan Liberia.
Yang terpenting, ia mengatakan bahwa sistem PBB telah “memberi kita waktu 80 tahun tanpa kekacauan perang antara negara-negara besar.”
Namun, ia mengingatkan, belakangan ini perpecahan dan tindakan sepihak beberapa negara anggota Dewan Keamanan PBB telah menyimpang dari prinsip Piagam PBB dan merusak otoritas moral Dewan.
“Reformasi Dewan Keamanan sangat penting dan sudah lama tertunda, untuk menjaga ketertiban dan keamanan global,” kata Guterres.
“(Reformasi) ini juga mencakup peningkatan keanggotaan,” katanya.
Piagam PBB terdiri dari enam badan utama termasuk DK PBB untuk menjaga perdamaian dan ketertiban. Berbeda dengan badan-badan PBB lainnya, DK PBB dapat mengeluarkan rekomendasi yang sangat mengikat kepada negara-negara anggota.
Dewan Keamanan PBB beranggotakan 15 orang, lima negara menjadi anggota tetap yaitu Tiongkok, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat. Lima anggota mempunyai hak veto yang dapat membatalkan usulan di DK PBB.
“Adalah tugas kita untuk memperkuat badan tersebut sehingga dapat menghadapi tantangan berikutnya setelah 80 tahun,” kata Guterres.
Pernyataan Guterres muncul di tengah frustrasi dunia terhadap Dewan Keamanan PBB yang dinilai lumpuh dalam merespons konflik mulai dari Ukraina hingga Gaza dan Sudan hingga Myanmar.
Pengamat menilai struktur keputusan utama Dewan Keamanan PBB yang masih menggunakan hak veto tidak lagi mencerminkan keseimbangan kekuatan dan kepentingan global saat ini.
“Perkembangan keanggotaan bukan hanya soal keadilan, tapi juga hasil. Hal ini berpotensi mengatasi kebuntuan, dan menawarkan stabilitas di dunia yang semakin multipolar,” kata Guterres.
Dia juga mengakui inisiatif baru-baru ini yang dilakukan Perancis dan Inggris untuk membatasi penggunaan veto, dan mengatakan dia “mendorong pertemuan ini untuk memeriksanya.”
(membaca)

