Surabaya, Pahami.id —
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Nasih mengaku tidak membatasi kebebasan akademik dan berpendapat di kampusnya. Namun ia mengingatkan kita akan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melekat pada dekan atau setiap pejabat di lingkungan Universitas Negeri (PTN).
Nasih mengatakan hal itu di tengah kontroversi pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Prof Dr Budi Santoso, usai menolak kedatangan dokter asing ke Indonesia. Baru-baru ini, Budi diangkat kembali menjadi dekan oleh Nasih.
“Peran kita banyak, fungsi kita juga banyak, itu yang menurut saya harus benar-benar kita komitmenkan. Saat menjadi ayah, saat menjadi suami, saat menjadi istri, saat menjadi perwira yang kebetulan juga PNS. di PTN,” ujarnya. Nasih di Kampus C Unair, Surabaya, Selasa (9/7).
Nasih mengaku tidak membatasi pendapat atau apapun yang diungkapkan sivitas akademika Unair. Namun, ia mengingatkan, ada koridor yang harus dilalui oleh pegawai di Unair yang berstatus PNS.
“Kapan pun sebagai profesor, kapan pun sebagai dokter, itu yang harus dipahami. Jadi tolong jangan batasi apa pun sesuai profesinya, tapi harus paham ada koridornya,” ujarnya.
Ia pun menganalogikan, koridor itu seperti aturan melepas alas kaki di masjid. Aturan bukan berarti pembatasan, namun merupakan hal yang harus dipatuhi oleh setiap orang.
“Jika kalian semua (Anda) masuk masjid dengan tetap memakai sandal, itu tidak membatasi kebebasan Anda. Namun aturan di masjid adalah Anda harus melepas sandal Anda. “Itu saja yang perlu kita waspadai,” katanya.
Sementara di kampus, kata Nasih, setiap dosen, dosen, guru besar, dan dekan yang berstatus PNS harus menaati aturan disiplin pegawai.
Artinya mengikuti aturan tentang kedisiplinan pegawai dan lain sebagainya, harap dibaca kalian semua Siapa tahu interpretasi media luar biasa, ujarnya.
Meski demikian, Nasih mengaku tidak membatasi kebebasan sivitas akademika Unair untuk berpendapat dan mengkritik. Termasuk mengkritik kebijakan pemerintah. Asalkan, tegasnya, bersifat akademis.
“Yang namanya mimbar akademik itu ada, silakan biarkan saja mimbar akademik itu pada tempatnya. Jangan lupa Unair setahun mempunyai 3.500 publikasi (jurnal) yang merupakan kebebasan akademik kita, dan mungkin banyak isi yang berbeda-beda di dalamnya, tidak masalah, tidak masalah. “Yang dilarang itu gratis, asalkan bersifat akademis,” ujarnya.
Sementara dalam konteks kasus pencopotan Budi dari jabatan Dekan FK, Nasih mengatakan, hal tersebut bukan merupakan bentuk penindasan terhadap kebebasan akademik.
“Yah, saya tidak bicara soal akademisi, saya tidak bicara soal akademisi, saya hanya bicara tentang dia (Budi) sebagai dekan di FK Unair, di PTN, dan dia PNS. Itu saja yang kami lindungi, kalau tidak kita simpan, itu akan berbahaya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Dekan FK Unair Prof Dr Budi Santoso dipecat dari jabatannya usai menolak rencana kedatangan dokter asing ke Indonesia, Rabu (3/7).
Namun kini, Rektor Unair Prof M Nasih mengaku sudah kembali mengangkat Budi sebagai Dekan FK, Selasa (9/7). Namun dia tetap merahasiakan alasan dan alasan pemecatannya.
(frd/anak)