Daftar isi
Surabaya, Pahami.id –
Sekolah Asrama Islam (Ponpes) Lirboyo di dalam Tidak nyataJawa Timur, merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang melegenda di pulau ini.
Asrama Sekolah Islam Lirboyo telah berdiri sebagai benteng ilmu agama dan budi pekerti Islam selama lebih dari satu abad. Dilansir dari Lirboyo.net, Sekolah Dasar Islam didirikan oleh Kh Abdul Karim pada tahun 1910.
Awalnya Lirboyo hanyalah nama sebuah desa kecil di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Kawasan yang dikenal dengan nama Lirboyo ini pada tahun 1908 dihuni oleh sekitar 40 kepala keluarga.
Luncurkan website resmi Desa Lirboyo https://kel-lirboyo.kedirikota.go.idDahulu desa ini terkenal sebagai perampok dan bandit. Namun semuanya berubah ketika ulama karismatik asal Banjarmlati, Kediri, KH Sholeh, meminta menantunya, Kh Abdul Karim, asal Magelang, untuk menetap di Lirboyo.
KH Abdul Karim diminta mengubah lirboyo dari tempat kejahatan menjadi pusat khotbah Islam.
Sejarah Singkat
Sebelum tinggal di Desa Lirboyo, Kh Abdul Karim mengajar di Madrasah Ibtidaiyah dibawah asuhan KH Hashim Asy’ari yang juga merupakan temannya semasa menuntut ilmu di Syaykha Kholil Bangkalan.
Kemudian Kh Abdul Karim menikah dengan Nyai Khodijah Binti Kh Sholeh dari Banjarmlati, Kediri. Sejak menikah, ia tinggal di Desa Lirboyo.
Saat pertama kali pindah ke Lirboyo, Kh Abdul Karim membangun surau dan gubuk sederhana. Seiring berjalannya waktu, para pemuda desa mulai belajar agama.
Jumlah pemeluk agama Islam di sana terus meningkat, sehingga komunitas pelajar muslim terbentuk dengan mempelajari kitab-kitab klasik.
Sepeninggal KH Abdul Karim pada tahun 1954, asrama Islam ini dikembangkan oleh kedua anaknya, Kh Marzuqi Dahlan dan Kh Mahrus Aly.
Di tangan Kh Marzuqi Dahlan dan Kh Mahrud Aly, Lirboyo berkembang pesat. Santri berasal dari berbagai penjuru pulau.
Dari generasi ke generasi, asrama pesantren Lirboyo menjadi pendukung kuat tradisi Salafiyyah dan tetap mempertahankan metode klasik seperti perban, sorogan, dan kajian kitab kuning yang menjadi ciri khas pesantren tradisional.
Pilar Pendidikan
Dalam perjalanannya, pengurus Pondok Pesantren Lirboyo terus mengalami pergantian dari waktu ke waktu. Dari Kh Marzuqi Dahlan yang merawat gubuk tersebut pada tahun 1954-1975. Selanjutnya Kh Mahrus Aly (1975-1985), KH a Idris Marzuqi (1985-2014), dan KH M Anwar Manshur (2014-sekarang).
Lirboyo mempertahankan pola pendidikan klasikal dengan membuka diri terhadap perkembangan zaman. Tiga prinsip utama pendidikan adalah ta’lim, yaitu pengajaran ilmu-ilmu syariah seperti fiqh, tafsir, hadis dan bahasa Arab; Tarbiyah berupa kepribadian dan mental siswa; Dan Ta’dib, pengembangan akhlak dan estetika, agar peserta didik dapat menjadi individu yang bertakwa dan bersosialisasi.
Selain kajian kitab Salaf, Lirboyo juga memiliki lembaga formal dari tingkat Ibtida’iyah hingga Ma’had Aly, serta Satuan Pendidikan Tahfidz dan Tartil Quran.
Ada pula lembaga Muballighin, Sayap Dakwah Pondok Pesantren yang aktif dalam kajian agama, Safari Ramadhan dan mengirimkan mubaligh ke berbagai wilayah. Dari lembaga inilah mahasiswa Lirboyo menyebarkan ilmu dan ilmu ke seluruh pelosok tanah air.
Saat ini, lebih dari 40.000 siswa belajar di kompleks pendidikan agama seluas sekitar 8 hektar.
Bangunan-bangunan indah berdiri bersebelahan dengan ruangan-ruangan pesantren kuno yang masih dipertahankan sebagai situs bersejarah. Di antara bangunan indah tersebut juga terdapat Masjid, Madrasah Hidayatul Mubtadiin, Ma’had Aly, Rsu Lirboyo, serta laboratorium dan bahasa komputer.
Benteng Perjuangan
Kutipan Tidak onlineLirboyo tidak hanya dikenal ilmunya saja. Dalam sejarah perjuangan Indonesia, asrama Islam ini juga berperan penting dalam perlawanan terhadap penjajah.
Pada awal kemerdekaan, ketika Yang Mulia Mahfud mantan anggota Peta melaporkan berita proklamasi NKRI kepada Kh Mahrus Aly, para mahasiswa langsung mengambil tindakan.
Sebanyak 440 Santri mengikuti Operasi Penyitaan dan Markas Besar Angkatan Darat Jepang.
Di bawah kepemimpinan Kh Mahrus Aly, Mayor Mahfud dan Abdul Rahim Pratalikrama, markas yang mereka rebut kemudian menjadi pionir dalam Brawif 16 Kodam v Brawijaya. Tak sampai disitu saja, mahasiswa Lirboyo juga ikut serta dalam resolusi jihad yang dicanangkan Kh Hasyim Asy’ari.
Berbekal truk dan senjata sederhana, mahasiswa Lirboyo berangkat ke Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada pertempuran 10 November 1945, mahasiswa Lirboyo berhasil menangkap sembilan senjata musuh tanpa kehilangan satupun pejuang.
Saat ini, lebih dari satu abad, Madrasah Ibtidaiyah Lirboyo bukan sekadar lembaga pendidikan. Mereka juga merupakan pusat peradaban Islam di kepulauan tersebut, yang melahirkan ribuan ulama, kiai, mubaligh, dan pemimpin bangsa.
Dari desa yang selama ini dianggap berbahaya, Lirboyo kini menjadi suara ilmu pengetahuan dan moral, tempat ribuan pelajar mempelajari makna hidup dan mengabdikan diri pada agama, bangsa, dan kemanusiaan. Seperti arti namanya, ‘lirboyo’ yang berasal dari sebuah kata Kerekan atau selamat, dan Boyo atau bahaya. Pondok pesantren ini juga menjadi simbol keamanan dari kegelapan.
(FRD/ANAK)