Batam, Pahami.id —
Seorang polisi yang bertugas di Satlantas Polres Bintan, Kepulauan Riau (Kepulauan Riau) ditangkap karena dicurigai melakukan tindak pidana perdagangan manusia (TIP) dalam pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal ke Malaysia.
Dugaan keterlibatan oknum tersebut kini ditangani penyidik Reskrim Polres Tanjungpinang untuk proses hukum lebih lanjut.
“Iya benar, anggota polisi yang bertugas di Satlantas Polres Bintan berinisial A ditangkap Polres Tanjungpinang, terkait kasus TPPO,” kata Kabid Humas Polres Bintan, Iptu Prasojo saat dihubungi. CNNIndonesia.comSenin (23/12).
Namun, dia mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai keterlibatan polisi tersebut dalam kasus pengiriman ilegal PMI ke Malaysia karena ditangani Polres Tanjungpinang.
Kasus ini sudah ditangani Polres Tanjungpinang, silakan ditanyakan ke Polres Tanjungpinang, ujarnya.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi Kabid Humas Polres Tanjungpinang, Iptu Sahrul Damanik. Namun belum ada informasi darinya terkait petugas Polres Bintan yang diamankan penyidik Polres Tanjungpinang hingga berita ini ditulis.
Perselisihan antara petugas dan jaringan TPPO
Sementara itu, aktivis HAM di Batam, Pendeta Chrisanctus Paschalis Saturnus mengatakan, dugaan keterlibatan oknum tersebut menunjukkan bahwa kasus TPPO di Kepri tidak berhenti tanpa keterlibatan pendukungnya. Salah satunya, kata dia, terbukti pada tahun 2022, di mana beberapa aparat penegak hukum justru menjadi bagian dari rantai sindikat TIP. Katanya, jika TPPO ini ingin dihentikan, maka aparat penegak hukum harus berhenti tertarik dan mau menyelesaikan kasus ini.
“Menurut saya, ini soal cara pandang, soal hati, soal kemauan atau tidak. Tidak sulit, mau tidak mau, itu yang tidak dimiliki aparat penegak hukum,” ujarnya. CNNIndonesia.com Jumat lalu (20/12).
Menurutnya, perilaku korban yang masih memilih jalur backdoor atau ilegal dibandingkan jalur resmi untuk bekerja di luar negeri merupakan akibat dari sistem tata kelola jalur resmi penyaluran PMI ke negara mitra. Selain itu, disinyalir biaya yang harus dikeluarkan lebih besar menyebabkan calon PMI akhirnya memilih jalur cepat karena tergiur dengan penyalur ilegal PMI.
“Kita masih kalah, padahal mafianya luar biasa, setiap hari di media sosial ada pemberitaan pemberangkatan yang terlihat begitu sempurna padahal itu adalah jebakan yang dibuat oleh mafia, sehingga masyarakat bisa masuk ke dalam siklus perdagangan manusia ini,” katanya. katanya.
Menurutnya, selama ini pemerintah belum menunjukkan keseriusan dalam menangani kasus TPPO dan peredaran PMI ilegal, misalnya dalam mencegah cara-cara mengedukasi masyarakat, memberikan pemahaman, sistem yang sederhana, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
(arp/anak)