Yogyakarta, Pahami.id —
Pengacara alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berinisial IM buka-bukaan soal laporan polisi terhadap Advokat LBH Yogyakarta/YLBHI, Meila Nurul Fajriah terkait tuduhan pencemaran nama baik.
Kuasa hukum IM, Abdul Hamid mengatakan, laporan ke Polda DIY dilakukan karena kliennya merasa reputasinya tercoreng dengan pernyataan Meila saat membela 30 korban. pelecehan seksuall dalam konferensi pers online pada tahun 2020.
Video konferensi pers online tersebut diunggah ke YouTube dan masih dapat diakses publik hingga saat ini.
Menurut Hamid, kliennya tidak terima karena namanya disebut terang-terangan atau tanpa huruf inisial karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 30 siswi.
“Saat konferensi pers dia melontarkan tuduhan tanpa laporan polisi, apalagi menyebut nama, tidak inisial, itu tidak boleh dan aturannya tidak boleh,” kata Hamid saat dihubungi, Jumat (26/7).
Hamid menilai, tuntutan IM untuk meminta maaf secara terbuka yang disampaikan Meila dalam jumpa pers hanya untuk mendapatkan bukti sebagai dasar pembuatan laporan polisi.
Logikanya sederhana, cukup meminta maaf atas kekerasan seksual, kata Hamid.
Apalagi, menurutnya, pernyataan Meila saat konferensi pers online dinilai tidak konsisten karena IM sedang berada di Australia jika merujuk pada waktu kejadian dugaan pelecehan seksual yang disebutkan terlapor. Artinya, klaimnya, tuntutan terhadap kliennya tidak memenuhi syarat tempat [lokasi] Dan tempus delicti [waktu].
Hamid pun menegaskan, tidak ada surat kuasa dari korban kepada Meila sehingga tidak ada dasar laporan polisi.
Ketiadaan surat kuasa, lanjut Hamid, juga membuat Meila tidak mempunyai hak imunitas sebagai kuasa hukum.
Di satu sisi, dia mengatakan polisi telah bekerja sesuai prosedur dan menetapkan Meila sebagai tersangka dugaan pelanggaran pasal UU ITE.
Menurut Hamid, sebelumnya Polda DIY berulang kali meminta untuk menghubungi korban guna mengusut dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM. Meski demikian, menurutnya, terlapor tetap teguh merahasiakan identitas penyintas.
Artinya apa yang mereka inginkan, mereka tahu ada pelaku pelecehan seksual, tangkap saja Pak Polisi. Dimana korbannya? Baratpokoknya ada’,” kata Hamid.
“Polisi sudah (turun tangan) tapi masih rahasia, sampai kapan dirahasiakan? Kalau tidak ada laporan polisi berarti tidak ada korban. Kalau tidak ada korban, surat kuasanya tidak ada, lho. tahu apa kedudukan hukum Meila yang menyatakan IM sebagai pelakunya, ” sambungnya lagi.
“Buktikan dulu 30 (korban),” ujarnya lagi.
Dikatakannya, antara saat video konferensi pers tersebut muncul pada tahun 2020 hingga laporan ke Polda DIY pada tahun 2021, dirinya telah memberitahukan hal tersebut di atas kepada Meila. Dengan alasan itu, dia memberi kesempatan kepada terlapor dan LBH Yogyakarta untuk meminta maaf kepada kliennya.
Namun menurutnya, Meila dan LBH tidak menunjukkan niat baik sehingga dibuatlah laporan polisi yang terdaftar dengan nomor LP/B/0972/XII/2021/SPKT Polda DIY pada 28 Desember 2021. Sementara itu, tersangka sudah ditetapkan. . pada tanggal 24 Juni 2024.
Hamid menegaskan kliennya hanya ingin nama baiknya dipulihkan. Kata dia, pihaknya sudah tidak bisa lagi mencabut laporan polisi tersebut meski terlapor sudah meminta maaf kepada IM.
Selain itu, dia menyebut kliennya mengalami kerugian yang sangat besar. Ia pun mempersilakan Meila menempuh jalur praperadilan jika tak mendapat status tersangka pencemaran nama baik.
“Kita buntu, IM ini tidak bisa menikah, mau jadi dosen, harus ditolak, harus menolak beasiswa kemana-mana, harus menolak kegiatan, tidak bisa semuanya. Kotor,” imbuhnya. Hamid.
Sebelumnya, Polda DIY menetapkan Meila sebagai tersangka pencemaran nama baik IM. Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan, status tersangka ditetapkan setelah penyidik memproses laporan pencemaran nama baik yang disampaikan IM melalui kuasa hukumnya.
Tindakan Meila dinilai memenuhi unsur pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 45 ayat 3 juncto Pasal 27 ayat 3.
Kasus ini bertepatan dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM terhadap 30 siswi yang diorganisir oleh Meila
Kasus gangguan
Sementara terkait dugaan pelecehan seksual terhadap puluhan perempuan, Polda DIY menyatakan akan terus mengusut tudingan alumni UII tersebut.
Dirreskrimsus Polda DIY Kombespol Idham Mahdi mengatakan, penyelidikan mendalam tetap dilakukan meski belum ada laporan polisi terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IM.
“Kita sedang selidiki. Kalau ada apa-apa kasih tahu, nanti kita cari,” kata Idham saat dihubungi, Rabu (24/7).
Polisi, kata Idham, sebenarnya juga sudah meminta keterangan Meila terkait data korban dugaan pelecehan seksual IM kepada Meila yang membela 30 penyintas tersebut.
Permintaan keterangan melalui surat kepada LBH sebanyak tiga kali juga merupakan bagian dari proses penyidikan terkait laporan dugaan pencemaran nama baik yang dituduhkan IM kepada Meila. Namun, menurut Idham, surat dari pihak kepolisian tersebut hingga saat ini belum mendapat tanggapan.
Jadi tuduhan (pencemaran nama baik) itu dilaporkan ke (Meila) oleh dia (IM), makanya selain kita diberikan data dari LBH, mungkin kita juga bisa mencari korban kekerasan seksual, kata Idham.
Makanya kami sekarang coba mencari lagi di luar data yang diberikan, tapi kami lihat lagi kalau masih ada, apakah memang ada kejadian korban kekerasan seksual, sambung mantan Kapolda DIY itu.
Dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan IM terhadap 30 mahasiswi mencuat pada tahun 2020. Akibat isu tersebut, UII mencabut predikat Mahasiswa Unggul yang dimaksud.
IM sendiri pun memberikan penjelasannya melalui akun media sosialnya. Pria yang saat itu melanjutkan studi di Melbourne, Australia ini mengaku tidak mempunyai ruang untuk menjelaskan kasus yang dituduhkan tersebut, apalagi ia jauh dari kampung halaman.
(anak/anak-anak)