Jakarta, Pahami.id —
Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov sepakat dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk meningkatkan kerja sama militer kedua negara setelah keduanya bertemu pada Jumat (30/11) di Korea Utara.
Selain mengumumkan peningkatan kerja sama, Kim juga mengkritik keputusan negara-negara barat yang mengizinkan Ukraina menyerang Rusia, dengan mengatakan hal itu sama saja dengan memerintahkan intervensi militer dalam konflik tersebut.
“(Kerja sama) Ini adalah pelaksanaan hak membela diri bagi Rusia untuk mengambil tindakan tegas agar pasukan musuh menanggung akibatnya,” kata Kim seperti dikutip KCNA.
KCNA mengatakan kunjungan Belousov akan memberikan kontribusi besar dalam memperkuat kemampuan pertahanan kedua negara, serta mendorong kerja sama yang bersahabat dan saling menguntungkan.
Belousov, dalam sebuah pernyataan, menyatakan terima kasih atas tumbuhnya hubungan antara kedua negara dan menyebut kebijakan luar negeri Korea Utara “benar-benar independen.”
Amerika Serikat dan Korea Selatan menuduh Korea Utara mengirimkan lebih dari 10.000 tentara untuk membantu Rusia melawan Ukraina. Para ahli dan analis juga mengatakan Kim sangat ingin mendapatkan teknologi canggih dan pengalaman tempur untuk pasukannya sebagai imbalannya.
Dengan mengirimkan pasukan, Korea Utara memposisikan dirinya dalam ekonomi perang Rusia sebagai pemasok senjata, dukungan militer, dan tenaga kerja. Para analis juga mengatakan Korea Utara mempunyai potensi untuk mengambil alih posisi sekutu tradisional, tetangga, dan mitra dagang utama Tiongkok.
Rusia juga menawarkan akses terhadap sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak dan gas, kata mereka.
Hong Min, analis senior di Institut Unifikasi Nasional Korea, mengatakan kepada AFP bahwa Belousov berada pada posisi yang tepat untuk membantu pengaturan tersebut. Hong Min juga mengatakan, Menteri Pertahanan Rusia merupakan seorang ekonom tanpa latar belakang militer.
“Sebagai kepala pertahanan Rusia, dia berspesialisasi dalam strategi jangka panjang untuk memperoleh senjata dan peralatan militer, menghindari sanksi, dan mengawasi rekonstruksi pascaperang,” kata Hong.
Dukungan yang tidak berubah
Rusia dan Korea Utara telah memperkuat hubungan militer mereka sejak invasi Moskow ke Ukraina pada Februari 2022.
Kedua negara berada di bawah serangkaian sanksi PBB – sanksi pertama karena program senjata nuklirnya dan sanksi kedua karena konflik Ukraina.
Sejak kemenangan Presiden AS Donald Trump awal bulan ini, pemerintahan Joe Biden telah meningkatkan dukungannya terhadap Kyiv, mentransfer lebih banyak senjata dan memberikan izin kepada Ukraina untuk menembakkan rudal jarak jauh ke wilayah Rusia.
Kim mengatakan pada hari Jumat bahwa pemerintahannya, militer dan rakyatnya akan selalu mendukung kebijakan Federasi Rusia dalam mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Awal bulan ini, Pyongyang meratifikasi perjanjian pertahanan dengan Rusia, setelah anggota parlemen di Moskow dengan suara bulat mendukung perjanjian tersebut. Pakta pertahanan tersebut kemudian ditandatangani oleh Putin.
Korea Selatan dan Ukraina mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka akan memperdalam kerja sama keamanan sebagai tanggapan terhadap ancaman pengerahan militer Korea Utara.
Presiden Yoon Suk Yeol mengatakan awal bulan ini bahwa Seoul tidak menutup kemungkinan memberikan senjata ke Ukraina. Jika benar, kebijakan tersebut akan menandai perubahan besar terhadap kebijakan lama yang melarang penjualan senjata ke negara-negara yang berkonflik.
(AFP/vws)