Daftar isi
Jakarta, Pahami.id —
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak orang di negara-negara Arab menyukainya Arab Saudi memilih menjadi ateis atau agnostik agar tidak lagi percaya pada agama atau konsep ketuhanan.
Seringkali karena mereka frustrasi dengan aturan di tempat tinggal mereka.
CNNIndonesia.com kumpulkan berbagai sumber untuk melihat tren ateisme ini. Berikut penjelasannya.
Arab Saudi
Di Arab Saudi, ateisme telah ada selama satu dekade. Menurut jajak pendapat Gallup International tahun 2012, sekitar lima persen warga Saudi menganggap diri mereka ateis, dan 19 persen lainnya tidak beragama.
Menurut artikel di wadah pemikir Secular Humanism, banyak warga Saudi yang mengaku ateis karena frustrasi dengan aturan pemerintah yang dianggap kaku dan terlalu ketat. Mereka juga kecewa dengan penindasan yang dilakukan otoritas Saudi.
Pemerintah Saudi telah menerapkan aturan ketat bagi umat Islam, khususnya perempuan.
Konstitusi Saudi tahun 1992 menegaskan bahwa agama resmi negara adalah Islam dan konstitusi didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah atau perbuatan dan hukum yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad.
Berdasarkan keyakinan tersebut, pemerintah Saudi kerap memaksa masyarakatnya untuk masuk Islam. Mereka juga tidak segan-segan menghukum orang yang murtad.
Pihak berwenang juga akan mengeksekusi seseorang jika dianggap menyimpang dari agama, seperti homoseksualitas.
Berdasarkan Data Agama Dunia tahun 2020 dari Boston University, jumlah penduduk di Saudi meliputi sekitar 31,5 juta umat Islam, 2,1 juta umat Kristiani, 708 ribu umat Hindu, 242 ribu atheis atau agnostik, 114 ribu umat Budha, dan 67 ribu Sikh.
Iran
Iran juga merupakan negara yang cukup ketat dalam menerapkan aturan agama.
Negara Syiah ini memiliki undang-undang kontroversial yang mengharuskan perempuan mengenakan jilbab. Jika dilanggar, lawannya bisa dipenjara hingga 10 tahun.
Pada tahun 2022, seorang perempuan bernama Mahsa Amini meninggal dunia saat ditahan karena melanggar aturan wajib berhijab. Kematian Mahsa Amini memicu gelombang protes besar-besaran di seluruh Iran dan meningkatkan sekularisme di masyarakat.
Menurut asisten profesor Studi Keagamaan dari Universitas Utrecht, Pooyan Tamimi Arab, sekularisasi ini sebenarnya sudah terlihat sejak lama.
“Kami melihat peningkatan sekularisasi dan keragaman agama dan kepercayaan,” kata Tamimi Arab Jerman Welle pada tahun 2021.
Namun, faktor paling menentukan mengapa masyarakat Iran mulai beralih ke ateisme adalah keterikatan antara negara dan agama.
Hal ini menyebabkan masyarakat membenci agama institusional padahal mayoritas masih beriman kepada Tuhan, ujarnya.
Berdasarkan survei Sikap Terhadap Agama Iran tahun 2020, sekitar 47 persen masyarakat Iran beralih dari agama ke tidak beragama.
Secara rinci, sembilan persen mengidentifikasi diri mereka sebagai ateis, delapan persen sebagai penganut Zoroastrian, dan enam persen sebagai agnostik. Sekitar 22 persen mengaku tidak terikat agama atau kepercayaan apa pun.
Libanon
Lebanon juga mengalami ketidakpercayaan terhadap agama yang semakin besar.
Menurut jajak pendapat Arab Barometer, tingkat kesalehan masyarakat Lebanon telah menurun sekitar 43 persen selama dekade terakhir.
(blq/baca)