Jakarta, Pahami.id —
Jaksa Korea Selatan mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Kepala Komando Perang Khusus “Baret Hitam” Angkatan Darat, Letjen Kwak Jong Keunkarena keterlibatannya dalam darurat militer 3 Desember lalu.
Dilaporkan Waktu KoreaKwak, yang mengirimkan tim operasi khusus ke Majelis Nasional selama darurat militer, dituduh menghasut kerusuhan untuk menumbangkan Konstitusi.
Ia juga dituduh berkonspirasi dengan Presiden Yoon Suk Yeol, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun, dan lainnya.
Jaksa meminta surat perintah penangkapan Kwak dari pengadilan militer, atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. Investigasi mereka terhadap penetapan darurat militer juga masih berlangsung.
Jaksa meminta surat perintah tersebut mengingat seriusnya dakwaan tersebut, dan kekhawatiran bahwa Kwak berusaha melarikan diri atau merusak bukti.
Kwak, yang diberhentikan dari jabatannya awal bulan ini, mengklaim Presiden Yoon memerintahkan dia untuk mendobrak pintu dan “menarik keluar” anggota parlemen di kompleks Majelis Nasional selama penerapan darurat militer.
Ia juga mengaku diinstruksikan oleh mantan Menteri Pertahanan Kim pada 1 Desember untuk mengamankan enam lokasi termasuk Majelis Nasional, tiga kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional, dan markas besar oposisi utama Partai Demokrat Korea.
Meski mengaku tidak mematuhi perintah, jaksa yakin dia memainkan peran penting dalam dugaan pemberontakan tersebut. Kini dia diperiksa jaksa.
Keputusan pengadilan militer mengenai perlu tidaknya surat perintah penangkapan dikeluarkan siang ini (16/12) waktu setempat.
Pengadilan militer juga akan meninjau apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap kepala Komando Pertahanan Ibu Kota, Letnan Jenderal Lee Jin Woo.
Lee dituduh mengirimkan sekitar 200 tentara untuk menutup Senat setelah darurat militer diberlakukan.
Saat ini, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan pada Sabtu (14/12). Kini ia telah diberhentikan sementara dari jabatannya, sedangkan status pemecatan Yoon akan dinilai secara hukum di Mahkamah Konstitusi.
(DNA/DNA)