Berita Hutan Lindung ‘Ibu Kota’ Orangutan Sumatra di Aceh Singkil Kian Kritis

by


Jakarta, Pahami.id

Perusakan hutan yang terus terjadi di wilayah tersebut Aceh Singkil menghasilkan habitat dilindungi terbesar bagi populasi orangutan Sumatera semakin kritis. Sejak tahun 2019, aktivitas pembukaan hutan sangat besar padahal kawasan ini merupakan suaka margasatwa yang dilindungi.

Aktivis konservasi khawatir tingkat kerusakan ini tidak hanya akan merusak keanekaragaman hayati tetapi juga hewan ikonik seperti orangutan sumatera. Populasi satwa yang dilindungi ini terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Deforestasi telah dilakukan secara besar-besaran sejak maraknya pembukaan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2019.

Pengelola Sistem Informasi Geografis Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Hidup (HAkA) Aceh Lukmanul Hakim mengatakan dalam catatan lembaganya, hingga Juni 2024, luas hutan yang hilang sekitar 2.030 hektare.


Ketua HakA Farwiza Farhan mengatakan, bahkan pada tahun 2023 saja, dalam setahun akan ada 834 hektare hutan yang ditebang.

Menurut BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) populasi per kilometernya mencapai 5 orangutan di hutan ini. Bayangkan apa dampaknya jika kehilangan hutan lebih dari 2.000 hektar. berdampak pada populasi orangutan di sana,” kata Farwiza Farhan.

Suaka Margasatwa

Hutan Rawa Singkil ditetapkan sebagai suaka margasatwa sejak tahun 1998. Selain menjadi surga bagi orangutan, kawasan ini juga melindungi satwa endemik seperti harimau sumatera yang juga menghadapi krisis populasi dan 122 jenis burung.

Suaka Margasatwa Rawa Singkil juga sangat berharga sebagai benteng pertahanan terhadap perubahan iklim karena merupakan lahan gambut yang mampu menyimpan 175 juta ton karbon atau diperkirakan setara dengan Rp 6,4 triliun.

Karena terletak di wilayah yang berbatasan langsung dengan tiga kabupaten yaitu Aceh Singkil, Aceh Selatan dan Subulussalam, Suaka Margasatwa Aceh Singkil sering dianggap sebagai “tak bertuan”. Akibatnya setiap hari terjadi penggundulan hutan secara besar-besaran dan belum diketahui pasti siapa pelakunya, meski diduga bukan warga sekitar.

“Setiap kali kita membicarakan hal ini, selalu ada upaya untuk mengadu domba upaya konservasi dengan masyarakat lokal. Kita selalu dituduh mengutamakan hewan dibandingkan manusia,” kata aktivis HAkA, Nurul Ikhsan.

Padahal, menurut dia, warga sudah puluhan tahun bermukim di sekitar hutan lebat tersebut. Barulah setelah perluasan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran, eksploitasi hutan dilakukan secara besar-besaran.

Hutan di Aceh merupakan kawasan penting bagi populasi orangutan sumatera. Orangutan hanya ditemukan di sebagian kecil wilayah Malaysia dan Indonesia.

Dunia internasional dihebohkan dengan berita tentang spesies “kera terpintar” yang tertangkap kamera sedang mengobati luka di wajahnya sendiri dengan ramuan daun di hutan pada Mei lalu. Rekaman tersebut diperoleh dari kamera pengawas di hutan Rawa Kluet yang berdekatan dengan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh.

Populasi utama orangutan sumatera kini terdapat di Rawa Kluet, Rawa Tripa, dan Rawa Singkil. Orangutan Sumatera, Kalimantan, dan Tapanuli saat ini terdaftar sebagai satwa terancam punah atau kritis terancam punah (CR) dalam daftar Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN).

(dsf/sur)