Berita Fakta-fakta Warga Palestina Dipaksa Pindah ke Afrika Selatan

by
Berita Fakta-fakta Warga Palestina Dipaksa Pindah ke Afrika Selatan

Jakarta, Pahami.id

Sebanyak 153 warga Palestina tiba secara misterius Afrika Selatan (Afrika Selatan) pada Kamis (13/11) pekan lalu.

Mereka mendarat di Bandara Internasional atau Tambo menggunakan pesawat bersertifikat.

Ratusan warga Palestina ditolak masuk setelah gagal lulus tes imigrasi, salah satunya menunjukkan cap keberangkatan dari Israel di paspor mereka. Tidak ada yang menyatakan niatnya untuk mengajukan suaka.


Setelah bergelut dengan masalah imigrasi, ratusan warga Palestina akhirnya diizinkan masuk setelah organisasi kemanusiaan memberikan donatur yang siap menampung mereka.

“Karena warga Palestina memenuhi syarat untuk perjalanan bebas visa selama 90 hari ke Afrika Selatan, mereka telah diproses seperti biasa dan diharuskan mematuhi semua persyaratan masuk,” kata Otoritas Manajemen Perbatasan Afrika Selatan (BMA) dalam sebuah pernyataan.

Menurut pemberi hadiah, Israel tampaknya mengusir paksa warga Palestina dari Gaza dan menetap di Afrika Selatan.

Pasalnya, kedatangan mendadak seperti ini bukan kali pertama terjadi.

Pada tanggal 28 Oktober, sebuah pesawat yang membawa 176 warga Palestina juga mendarat di Johannesburg. Namun, beberapa penumpang dipindahkan ke negara lain.

Berikut fakta pengusiran paksa rakyat Palestina oleh Israel.

Tidak tahu tujuannya

Menurut Famida Miller dari Al JazeeraWarga Palestina yang datang ke Afrika Selatan tidak tahu kemana mereka akan dibawa setelah meninggalkan Israel.

Salah satu warga Palestina yang tiba di Afrika Selatan, Loay Abu Saif mengaku belum tahu akan dibawa kemana karena yang terpenting baginya adalah kabur dari Gaza.

“Kami tidak yakin ada kelompok yang mampu melakukan pemindahan seperti ini,” kata Abu Saif di Johannesburg, sehari setelah pesawatnya mendarat.

“Saya bisa mengatakan bahwa saya merasa aman, ini adalah perasaan yang sangat berarti bagi masyarakat Palestina, khususnya bagi mereka yang berada di Gaza,” kata Abu Saif yang berangkat bersama istri dan anak-anaknya.

Berdasarkan kesaksian Abu Saif, Israel sepertinya mengusir warga Palestina dari Gaza dengan dalih membantu mereka tinggal di negara lain. Militer Israel rupanya memfasilitasi transfer tersebut melalui bandara Israel.

Abu Saif sendiri dibawa dengan bus dari kota Rafah di Gaza selatan menuju Penyeberangan Karem Abu Salem, di mana mereka menjalani pemeriksaan sebelum dibawa ke bandara Ramon Israel.

Dari Bandara Ramon, pesawat Abu Saif lepas landas dan transit di Nairobi, Kenya, sebelum akhirnya mendarat di Johannesburg pada Kamis pagi pekan lalu.

Abu Saif mengaku baru mengetahui dirinya akan dibawa ke Afrika Selatan saat menaiki pesawat di Nairobi.

Menurut AFP, warga Palestina tersebut dibawa ke Afrika Selatan dengan pesawat sewaan yang dioperasikan oleh Global Airways Air.

Bayar Rp 33 juta

Perjalanan 24 jam ini sendiri tidak gratis. Menurut Abu Saif, warga Palestina diminta membayar sekitar US$1.400-2.000 (sekitar Rp 23-33 juta) per orang untuk ‘ditransfer’ entah ke mana tujuannya.

Biaya ini dipatok sama, baik untuk orang tua maupun bayi.

Dibawa oleh organisasi bayangan

Abu Saif mengatakan dia dan keluarganya mendaftar untuk dievakuasi ke organisasi nirlaba bernama Al Majd Europe, yang menurutnya berkantor pusat di Jerman dan berkantor di Yerusalem.

Ia pertama kali mengetahui organisasi tersebut dari iklan di media sosial. Soal bagaimana dirinya dan keluarganya terpilih, Abu Saif mengaku belum tahu banyak.

Dia hanya mengetahui bahwa proses tersebut berfokus pada keluarga dengan anak-anak dan memerlukan dokumen perjalanan Palestina yang sah serta izin keamanan Israel.

Saat ditanya mengenai jadwal pemberangkatan ke Gaza, Abu Saif mengaku belum ada jadwal pasti yang diberikan Al Majd Europe.

“Mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka akan memberi tahu kami satu hari sebelumnya,” katanya, seraya menambahkan bahwa organisasi tersebut menginstruksikan mereka untuk tidak membawa tas atau barang pribadi apa pun kecuali dokumen yang relevan, katanya. Al Jazeera.

Terkait paspor yang tidak diawasi, Abu Saif menjelaskan, awalnya ia mengira hal tersebut merupakan prosedur biasa karena tidak ada petugas perbatasan Palestina di Gaza. Ia mengaku sudah mengetahui sejak awal bahwa dokumen perjalanannya tidak dicap oleh pejabat Israel.

Abu Saif baru menyadari ada yang tidak beres setelah pihak berwenang Afrika Selatan menanyakan dari mana mereka berasal.

“Kami menyadari ada masalah ketika kami tiba di Afrika Selatan dan pihak berwenang bertanya, ‘Dari mana asal Anda?’” katanya.

Bersambung di halaman berikutnya…