Berita Alasan Hamas Tolak Pasukan Internasional di Gaza

by
Berita Alasan Hamas Tolak Pasukan Internasional di Gaza


Jakarta, Pahami.id

Kelompok Milisi Hamas Palestina Menolak Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk membentuk Dewan Perdamaian (BOP) di Jalur Gaza dan mengirimkan Pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) pada Senin (17/11).

Hamas menolak pasukan ISF dengan alasan resolusi yang diajukan Amerika Serikat (AS) tidak sesuai dengan tuntutan politik dan kemanusiaan serta hak-hak rakyat Palestina.


“Memaksakan mekanisme pengawas internasional di Jalur Gaza adalah sesuatu yang ditolak oleh masyarakat dan kelompoknya,” kata Hamas, seperti dikutip BBC.

Menurut mereka, pengiriman pasukan ISF dipandang sebagai penguasaan asing atas Jalur Gaza dan tidak dianggap sebagai upaya menjaga perdamaian.

“Menetapkan pasukan internasional dengan tugas dan peran di Jalur Gaza, termasuk mempersenjatai kelompok perlawanan, sama dengan menghilangkan netralitas pasukan dan mengubahnya menjadi pihak dalam konflik yang mendukung pendudukan,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan seperti dikutip seperti dikutip seperti dikutip Reuters.

Hamas menegaskan, jika pasukan internasional dikerahkan, mereka harus berada di perbatasan, bukan di dalam Jalur Gaza, dan pasukan tersebut harus berada di bawah pengawasan PBB.

“Setiap kekuatan internasional, jika dibentuk, harus digunakan hanya di perbatasan untuk memisahkan pasukan, memantau gencatan senjata, dan harus berada di bawah pengawasan PBB,” kata Hamas, seperti dikutip. Al Jazeera.

Resolusi yang disahkan Dewan Keamanan PBB bertujuan untuk mendukung rencana perdamaian Gaza yang diusulkan Presiden AS Donald Trump pada September lalu.

Salah satunya adalah pembentukan BOP sebagai pemerintahan transisi di Gaza yang selanjutnya akan dipimpin oleh Trump yang akan diberi wewenang untuk membentuk ISF dan menggunakannya di bawah arahan BOP.

BOP akan diberikan instruksi untuk mengelola Gaza hingga akhir tahun 2027. Badan ini akan mengoordinasikan upaya rekonstruksi di Enclave.

Resolusi tersebut didukung oleh 13 negara, termasuk Inggris, Perancis dan Somalia, namun tidak ada yang menentang usulan tersebut, kecuali Rusia dan Tiongkok, yang abstain.

Namun, resolusi tersebut juga mendapat kritik dari Moskow dan Beijing, yang mengatakan bahwa struktur mekanisme utamanya tidak jelas, tidak ada kepastian bahwa PBB akan terlibat, dan gagal menegaskan kembali dukungannya yang kuat dan tegas terhadap solusi dua negara.

Tahap pertama dari rencana tersebut, gencatan senjata antara Israel dan Hamas serta pembebasan sandera dan tahanan, mulai berlaku pada 10 Oktober.

Menurut Mike Waltz, duta besar AS untuk PBB menyebut hal ini sebagai “langkah pertama yang rapuh dan rapuh”.

ISF kemudian akan bekerja sama dengan Israel, Mesir dan polisi Palestina yang baru dilatih untuk mengamankan perbatasan dan memastikan perlucutan senjata kelompok bersenjata non-negara, termasuk Hamas.

Polisi di wilayah tersebut masih berada di bawah wewenang Hamas.

(ISA/BAC)