Jakarta, Pahami.id —
Perdana Menteri baru Bahasa inggris Keir Starmer menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza, Palestina.
Dalam keterangan dari kantor PM Inggris, Minggu (7/7), Starmer disebut telah melakukan percakapan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memintanya segera melakukan gencatan senjata.
Permintaan itu disampaikannya setelah terlebih dahulu menyampaikan belasungkawa kepada Netanyahu atas serangan milisi Hamas pada 7 Oktober lalu di Israel selatan.
“Dia kemudian menekankan kebutuhan yang jelas dan mendesak untuk gencatan senjata, pembebasan sandera dan peningkatan segera jumlah bantuan kemanusiaan kepada warga sipil,” kata kantor PM Inggris dalam sebuah pernyataan. Agensi Anadolu.
Dalam perbincangan tersebut, Starmer juga mengucapkan terima kasih kepada Netanyahu atas ucapan selamat yang diberikan kepadanya. Ia juga berharap untuk “lebih memperkuat hubungan erat” antara Inggris dan Israel.
“Penting juga untuk memastikan bahwa kondisi jangka panjang untuk solusi dua negara sudah ada, termasuk memastikan bahwa Otoritas Palestina memiliki sumber daya keuangan untuk beroperasi secara efektif,” kata kantor PM Inggris dalam sebuah pernyataan.
Dalam kesempatan terpisah, Starmer juga berbicara dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengenai situasi terkini.
Ia menegaskan, Inggris terus memprioritaskan gencatan senjata, pembebasan sandera, peningkatan dan percepatan bantuan kemanusiaan, serta dukungan finansial kepada Otoritas Palestina.
“Saat membahas pentingnya reformasi dan memastikan legitimasi internasional bagi Palestina, Perdana Menteri mengatakan bahwa kebijakan pengakuannya yang sudah lama ada untuk berkontribusi pada proses perdamaian tidak berubah. Dan itu adalah hak rakyat Palestina yang tidak dapat disangkal,” ujar pihak Inggris. Kantor PM mengatakan dalam pernyataan terpisah.
Keir Starmer menjadi PM Inggris setelah partainya, Partai Buruh, meraih 412 dari 650 kursi parlemen dalam pemilihan umum (election) pada Kamis (4/7).
Invasi Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 38.100 orang. Mayoritas korbannya adalah anak-anak dan perempuan.
(blq/baca)