Sekitar 90 persen airnya dapat diminum Semenanjung Gaza hilang karena diserang Israel sejak 7 Oktober lalu.
Juru bicara Hamas, Basem Naim mengatakan, saat ini situasi di Gaza sangat mengkhawatirkan.
“Kami memperingatkan tentang situasi bencana yang terjadi di Gaza,” kata Naim seperti dikutip dalam konferensi pers di Beirut, Lebanon. Pemantau Timur Tengah (MEMO), Kamis (9/11).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Naim mengatakan 90 persen sumber air minum telah hilang karena akses terhadap air bersih memerlukan ketersediaan listrik yang konsisten.
Sejak menerapkan blokade, Israel juga telah memutus aliran listrik di Gaza, termasuk aliran air dari pipa Israel ke Jalur Gaza.
Warga kemudian mengambil air yang terkontaminasi atau terkadang menggunakan air laut.
Naim mengatakan, situasi seperti itu dapat memicu penyebaran penyakit dan epidemi di kalangan masyarakat Gaza.
Dia kemudian menyebut Badan PBB untuk Bantuan dan Pengungsi Palestina (UNRWA) dan pemerintah bertanggung jawab atas “bencana kemanusiaan” di Gaza.
Menurut Naim, mereka mengabaikan tanggung jawab terhadap masyarakat dan pengungsi di Palestina.
Tentara Israel melancarkan serangan ke wilayah tersebut pada 7 Oktober. Mereka juga menyatakan perang terhadap Hamas.
Segera setelah itu, Israel memblokade sepenuhnya Jalur Gaza, sehingga menyulitkan bantuan kemanusiaan untuk masuk ke wilayah tersebut.
Israel juga terus menyerang fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, kamp pengungsi, dan tempat ibadah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan telah terjadi 108 serangan Israel terhadap fasilitas medis di Gaza.
Beberapa rumah sakit yang tersisa di Gaza juga mengalami krisis bahan bakar. Sejak embargo tersebut, Israel melarang bahan bakar minyak (BBM) karena takut jatuh ke tangan Hamas dan disalahgunakan oleh mereka.
Sementara itu, rumah sakit membutuhkan bahan bakar untuk menggerakkan generator agar fasilitas medis dapat terus beroperasi di tengah masuknya pasien akibat serangan Israel.
Hingga saat ini, jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Palestina mencapai 10.500 jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persennya adalah anak-anak dan perempuan.
(isa/dna)