Pahami.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang empat anggota DPRD Jatim pergi ke luar negeri. Hal itu disampaikan Kepala Seksi Pelaporan KPK Ali Fikri di Jakarta kemarin, Selasa (7/4/2023).
Larangan ini dilakukan dalam rangka mengusut dugaan korupsi pengelolaan dana hibah dari Pemprov Jatim. Meski begitu, Fikri tak menyebut nama anggota DPRDD.
“Tim investigasi telah menyerahkan penindakan ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI terhadap empat anggota DPRD Jatim periode 2019-2024,” katanya seperti dikutip ANTARA, Rabu (03/03). 08/2023).
Namun, Ali tak menyebut siapa keempat anggota DPRD Provinsi Jatim itu dan kaitannya dengan kasus tersebut. Tindakan pencegahan tersebut berlaku untuk enam bulan ke depan hingga Juli 2023 dan dapat diperpanjang untuk kepentingan penyelidikan.
Dia mengatakan, tindakan pencegahan itu diperlukan agar yang bersangkutan tetap berada di wilayah Indonesia dan bisa tampil serta memberikan keterangan jujur di depan tim penyidik.
Dalam kasus ini, penyidik KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan Rusdi (RS) sebagai staf ahli STPS serta dua tersangka sebagai pemberi suap yakni Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang. , Abdul Hamid (AH) dan Koordinator Lapangan Pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.
Penetapan empat tersangka ini diawali dengan pengaduan masyarakat. Selanjutnya, KPK mengumpulkan berbagai informasi dan materi terkait dugaan tindak pidana korupsi.
KPK kemudian melakukan penyidikan dalam upaya menemukan suatu peristiwa pidana, sehingga ditemukan bukti permulaan yang cukup dan status perkara dinaikkan ke tingkat penyidikan.
Penyidik KPK kemudian menangkap keempat orang tersebut dalam operasi tangan merah (OTT) di Jawa Timur pada Rabu malam, 14 Desember 2022.
Tersangka STPS ditahan di Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, sedangkan RS dan AH ditahan di Rutan KPK Lot C1 Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK dan IW ditahan di Rutan KPK KPK Gedung Merah Putih.
Sebagai penerima suap, STPS dan RS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 1 KUHP.
Bahwa AH dan IW sebagai pemberi suap diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP Pertama.