Pahami.id – Kompleksitas berbagai masalah di dunia yang cenderung dicari solusinya unilateralisme (secara sepihak), menjadi salah satu yayasan Nahdlatul Ulama (NU) untuk menggelar Konferensi Internasional Fiqh Peradaban Piagam PBB.
Masalah tersebut antara lain perang di Eropa dan Timur Tengah, konflik antar agama, Islamofobia di Eropa, dan kasus pelanggaran HAM di berbagai negara. NU mencoba mendorong penyelesaian masalah secara damai dan doa, dan tidak hanya secara sepihak, tetapi beragam atau kerjasama multipihak.
Hal itu disampaikan Wakil Sekjen PBNU Muhammad Najib Azca. Tujuan kongres ini, kata dia, bisa jadi pemicu (wabah) di arena internasional. Kemudian memanas hingga menjadi perhatian, tidak hanya umat Islam sejagat, tetapi juga umat beragama lainnya.
“Secara konkret, NU melihat saat ini banyak konflik, peperangan, termasuk Islamofobia, dan pelanggaran HAM yang terjadi di dunia. Karena itu NU menegaskan Piagam PBB muncul kembali sebagai solusi atas masalah ini,” kata Najib.com, Minggu. (05/02) /2023).
“Mudah-mudahan kongres ini menjadi trigger di kancah internasional. Apalagi Piagam PBB belum muncul, belum berkembang, padahal ini konsekuensinya sangat penting,” imbuhnya.
NU memandang Piagam PBB itu penting. Oleh karena itu, perlu dibangkitkan kembali agar rasa hormat terhadap kemerdekaan bangsa tumbuh kembali dan dijadikan landasan hukum bagi perdamaian dunia.
“Kita ingin melihat secara makro, mengenai Piagam PBB, dan ini upaya kita membangun implikasi yang sangat signifikan dari upaya kita membangun perdamaian dunia. Soalnya, kita sedang membangun fondasi fiqh, apalagi selama ini Islam sudah tidak pernah menjadi aktor penting dalam hal itu,” jelasnya.
Di sini, NU mengajak para pemimpin dunia dan pemuka agama di dunia, untuk melihat kembali Piagam PBB yang kini terbengkalai.
“Mudah-mudahan kita bisa terus berkembang, bagaimana umat Islam bisa menjadi pilar utama atau pilar utama dan membangun format baru untuk perdamaian dunia. Kenapa Piagam PBB, karena piagam itu salah satu aset yang sangat-sangat besar dalam membangun perdamaian ke depan. ., tetapi sejauh ini tidak dibahas terutama oleh umat Islam,” kata Najib.
Dalam penjelasan Najib kali ini, Piagam PBB mengakui kemerdekaan suatu negara, juga hak asasi manusia. Piagam PBB mengakui kemerdekaan, terutama supremasi hukum dan hak asasi manusia.
“Sebenarnya ini bisa ditengok ke belakang dan dikondisikan untuk perdamaian ke depan, jadi untuk membangun perdamaian yang kokoh kita sudah punya harta yang cukup besar lho, tapi sudah dilupakan,” jelasnya.
“Masalahnya ini, yang kita tahu ada dua makna, dan makna ini sangat penting bagi umat Islam, khususnya ulama, karena berbicara tentang konstruksi yang kokoh dan piagam PBB,” imbuhnya.
Menurutnya, pembahasan ini sangat penting, karena berbicara tentang multilateralisme adalah berbicara tentang isu-isu internasional. Belakangan ini, multilateralisme sangat lemah, dalam bahasanya, yaitu unitarisme.
“Apa itu universalisme? Masalahnya, kepentingan dunia kembali ke konsep yang sama. Masalah ini akan kita selesaikan di PBB,” jelasnya.
Menurutnya, ditengah-tengah ini PBNU melakukan hal-hal untuk kembali lagi, sebuah organisasi keagamaan mengajak mereka untuk kembali ke multilateralisme. Piagam PBB adalah perjanjian yang luar biasa.
“Piagam PBB ini dibuat sebelum Indonesia merdeka, dan menjadi dasar kemerdekaan negara-negara, namun saat ini sudah jarang terlihat,” ujar Najib.
Saat ini, dari penilaian NU sendiri, ulama menempati urutan kedua dalam membahas isu-isu yang terjadi di dunia. Namun, jika Konferensi Internasional Hukum Peradaban berhasil, itu akan menjadi hal yang luar biasa.
“Selama ini para ulama terpinggirkan, tidak pernah membahas masalah internasional, tidak pernah membahas perdamaian dunia, namun jika ini berhasil, kami yakin ini akan menjadi pendorong yang luar biasa, untuk membangun kembali keharmonisan perdamaian dunia bagi negara-negara, dan itu juga. berdasarkan perdamaian dunia dengan nilai-nilai agama yang lebih penting juga,” tambah Najib.
Dalam kaitan ini, NU ingin memberikan contoh kepada para tokoh agama atau pemimpin dunia dalam mengambil sikap terhadap permasalahan yang terjadi di tingkat internasional.
“NU memberi contoh, bahkan kepada semua pemuka agama di dunia, ini bagaimana mengamalkan agama sebagai sumber inspirasi untuk menyelesaikan krisis dunia, apa contohnya Konferensi Internasional tentang Fikih Peradaban,” ujarnya. (Dimas Angga Perkasa)
Sementara menurut Ketua PBNU Kiai Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, kongres itu penting bagi perkembangan peradaban seperti yang diinginkan manusia, sejauh mana peran Islam dalam peradaban dan perdamaian dunia saat ini.
“Tujuan Muktamar adalah untuk membangun peradaban ini, tentang peradaban seperti apa yang kita inginkan. Lalu bagaimana kontribusi Islam terhadap peradaban manusia, tentang bagaimana dasar agama, dasar syariat, dan agenda-agenda yang akan dilancarkan. nanti untuk melanjutkan peradaban,” kata KH Yahya, Surabaya, Minggu (5/2/2023).
Kiai Yahya juga memaparkan wacana yang selama ini digeluti NU demi perdamaian dunia hingga persoalan global lainnya.
“Selama ini kita juga memiliki wacana yang cukup besar, tentang toleransi beragama, dan sebagainya, namun sebenarnya juga memiliki kaitan yang besar dengan masalah global ini yaitu visi syariah terkait konstruksi dalam pembangunan ini,” jelasnya.
“Besok kami akan mengundang mereka untuk menghadiri parade puncak Harla di Sidoarjo. Kami merancangnya sedemikian rupa, untuk menunjukkan kepada para ulama di seluruh dunia betapa pentingnya membangun hubungan sosial seperti Nahdlatul Ulama,” ujarnya.
Kontributor: Dimas Angga Perkasa