Ini Alasan Jessica Wongso ‘Hanya’ Dihukum 20 Tahun Penjara, Bukan Seumur Hidup apalagi Hukuman Mati – Berita Hiburan

by

Pahami.id – Belakangan beredar spekulasi bahwa Jessica Wongso lolos dari hukuman mati karena sebenarnya dia tidak bersalah.

Profesor Edward Omar Sharif Hiariej atau lebih dikenal dengan Prof Eddy menjawab anggapan yang beredar di masyarakat saat ini terkait alasan Jessica Wongso tidak dijatuhi hukuman mati.

Anggapan ini menyebar setelah film dokumenter itu ditayangkan Ice Cold: Pembunuhan, Kopi dan Jessica Wongso (2023) di Netflix.

Dalam konten di YouTube Discourse Net, Prof Eddy yang merupakan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) sekaligus saksi ahli kasus kopi sianida mengungkap salah satu alasan Jessica Wongso ‘hanya’ divonis 20 tahun penjara. penjara karena usianya.

“Satu, orang ini masih muda. Kedua, apa tujuan kejahatannya? Reintegrasi sosial. Kalau hukuman mati, apa lagi yang dia inginkan dari reintegrasi sosial?” ujar Prof Eddy dalam isi siaran Sabtu (14/10/2023).

Diketahui, Jessica Wongso baru berusia 27 tahun saat diadili atas kasus kopi sianida pada tahun 2016. Dengan hukuman penjara 20 tahun, Jessica Wongso diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat jika dibebaskan.

“Karena masih muda dan masih punya harapan, maka ia divonis 20 tahun penjara. Dengan harapan selama itu ia bisa menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Barulah ia bisa kembali ke masyarakat, diterima dan berguna,” jelas Prof Eddy.

Sebuah infografis menghitung peluang Jessica Wongso terbebas dari kasus kopi sianida. (Pahami.id/Iqbal Asaputro)

Tak sekadar berbincang santai, ucapan Prof Eddy juga dibuktikan dengan kabar Jessica Wongso memberikan beberapa kursus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita (Lapas) Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Dan pembinaannya sepertinya berhasil, karena di penjara pun dia memberi kursus bahasa Inggris dan sebagainya, kata Prof Eddy.

Lebih lanjut, Prof. Eddy kembali menegaskan, hukuman 20 tahun penjara yang dijatuhkan pada Jessica Wongso bukan karena keraguan dirinya tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Mirna Salihin, melainkan akumulasi faktor yang meringankan dan memberatkan.

“Bukan soal ragu-ragu, tidak. Kalau dia (jaksa penuntut umum) ragu, dia minta dibebaskan,” pungkas Prof. Edi.

Kontributor: Neressa Prahastiwi