Pahami.id – Dalam debat Pilpres 2024 yang berlangsung kemarin, Minggu (8/1) di Istora Senayan, Jakarta, calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subainto, didesak calon lainnya, Anies Baswedan, agar membuka transparansi data pertahanan.
Pada debat ketiga, Prabowo menanggapi kritik yang dilontarkan para pesaingnya terkait kebijakan perolehan alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas.
Prabowo menegaskan, alutsista bekas yang dibeli pemerintah masih berusia muda dan mengklaim sekitar 50 persen alutsista yang dibeli sudah terpakai namun masih layak pakai.
“Ini bukan soal bekas atau tidak, tapi umur pakainya, awet mudanya. Jadi misalnya pesawat Mirage 2000-5 dari Qatar yang rencananya kita akuisisi, umur manfaatnya masih 15 tahun dan teknologinya lebih maju dari itu. yang lebih maju. Kita tampilkan yang tercanggih, terkini,” jelas Prabowo.
Prabowo bahkan menantang Anies untuk berdiskusi lebih jauh jika ingin mengetahui detail persoalan pertahanan, sebab pembahasan persoalan pertahanan dalam negeri suatu negara tidak boleh dilakukan secara terbuka.
Terkait hal tersebut, menurut pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah, tidak ada gunanya bagi Prabowo Subianto untuk sembarangan membuka data Kementerian Pertahanan kepada publik karena data tersebut bersifat rahasia.
Rezasyah menjelaskan, hanya orang-orang tertentu yang bersumpah dan mempunyai keahlian saja yang bisa mengakses data rahasia tersebut. Prabowo sendiri selaku Menteri Pertahanan juga telah bersumpah untuk tidak membeberkan data tersebut kepada masyarakat umum.
“Betul, tidak bisa (sembarangan). Yang harus sumpah baca datanya dan tidak semua Kementerian Pertahanan bisa baca data (rahasianya), dan Menhan juga bersumpah tidak akan membuka data itu kepada siapa pun. masyarakat luas,” jelasnya.
Pada debat ketiga Pilpres 2024 yang fokus utama pada isu pertahanan, keamanan, dan hubungan internasional, kebijakan pengadaan alutsista yang dilakukan Prabowo Subianto menjadi sasaran kritik dari dua rivalnya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Mereka juga menyoroti proses perencanaan pertahanan dan kesejahteraan prajurit TNI. Sebagai tanggapan, Prabowo bersikeras bahwa informasi yang disampaikan kedua pesaingnya tidak akurat dan menawarkan untuk membahas masalah ini secara terbuka.
Namun, ia juga menyatakan skeptisismenya mengenai pembahasan masalah pertahanan secara terbuka, dengan menyatakan bahwa mengungkapkan kekurangan negara dalam forum terbuka adalah hal yang tidak pantas, mengacu pada praktik di negara-negara maju yang menjaga kerahasiaan informasi sensitif.
Prabowo menegaskan, keputusan pembelian alutsista tersebut didasarkan pada pertimbangan yang mendalam dan fokus pada kebutuhan pertahanan negara.
Lebih lanjut, Prabowo mengajak kedua calon presiden bertemu di luar sesi debat untuk membahas data dan informasi yang sebenarnya.
Perdebatan ini mencerminkan dilema antara perlunya transparansi dan perlunya menjaga kerahasiaan informasi terkait keamanan nasional.
Prabowo berusaha menekankan bahwa pembelian alutsista bekas adalah keputusan yang dipertimbangkan dengan matang, sementara kritik dari para pesaingnya menyatakan kekhawatiran terhadap penggunaan dana negara dan efektivitas alutsista.
Situasi ini menunjukkan rumitnya pengambilan kebijakan pertahanan yang tidak hanya melibatkan faktor keamanan, namun juga pertimbangan politik, ekonomi, dan diplomatik.