Biar Clear! Dana Hibah Jatim Perlu Dihapus, Gubernur dan Wakilnya Harus Diperiksa – Berita Jatim

by
Biar Clear! Dana Hibah Jatim Perlu Dihapus, Gubernur dan Wakilnya Harus Diperiksa

Pahami.id – Kasus dana hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak membuat geger masyarakat Jatim. Apalagi sekarang ini tahun politik.

Hibah dianggap sebagai sumber dana utama partai politik karena memiliki dampak elektoral yang besar. Hal itu terungkap dalam diskusi antara jurnalis juara dan tokoh lintas partai di Surabaya, Rabu (8/3/2023).

Pro dan kontra tentang hibah juga muncul. Beberapa percaya bahwa dana hibah masih wajib, tetapi yang lain secara terbuka meminta mereka untuk dihapus dan diganti dengan program lain yang lebih bertanggung jawab.

Wakil Ketua PPP Jawa Timur Mujahid Ansori misalnya. Dia meminta agar kebijakan anggaran abadi dihapuskan lebih baik. Mujahid adalah politisi senior PPP dan mantan anggota dewan.

Menurutnya, ada ketimpangan postur belanja pemerintah Jatim, yakni ketika belanja tidak langsung sangat besar. “Pemerintahan yang sehat adalah ketika belanja langsung lebih besar dari belanja tidak langsung,” katanya.

Di sisi lain, realisasi program hibah ini juga tidak berdampak signifikan terhadap pemerataan pembangunan bagi masyarakat. Penyaluran dana hibah selama ini tidak sejalan dengan misi pembangunan.

“Saya bisa mempertanggung jawabkan pernyataan ini. Hibah memang harus dihapuskan,” kata Mujahid yang kemudian menjelaskan jika tidak dihapuskan seluruhnya, akan diganti dengan program lain yang lebih bertanggung jawab.

Saat ini, lanjutnya, yang dimaksud dengan pejuang politik adalah mereka yang memiliki logistik. Sehingga yang tidak memiliki koneksi logistik dan politik tidak akan mendapatkan dana hibah.

Namun, Wakil Ketua DPD Golkar Jatim, RB Zainal Arifin, menyampaikan pandangan yang bertolak belakang. Ia menilai dana hibah itu penting bagi partai. Dia juga menggambarkannya sebagai peluru.

Padahal, di tengah gejolak persoalan dana hibah ini, Golkar menjadi pusat persoalan. Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jawa Timur yang kini terjerat kasus korupsi hibah, adalah pecandu politik.

“Amunisi partai politik hanya hibah. Saat ini sebenarnya sistemnya sangat ketat. Jadi kalau ada masalah itu personal,” ujarnya.

Pendapat serupa diungkapkan tokoh-tokoh partai politik lain, misalnya Ketua Bapillu DPW NasDem Jatim Suhandoyo; Wakil Ketua DPD Golkar Jatim RB Zainal Arifin; Wakil Ketua DPD Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata PDI Perjuangan Jawa Timur Eddy Tarmidi Widjaja; Wakil Ketua Bapilu DPD Jatim Dedy Prasetyo.

Suhandoyo misalnya mengatakan, hibah sangat penting bagi partai politik. Ia mengakui pemberian hibah melalui anggota DPRD dapat mempengaruhi persoalan partai dan pemilu legislatif.

Di sisi lain, lanjut Handoyo, realisasi anugerah ini juga sangat dinantikan dan penting bagi masyarakat. “Saya kira ini tetap penting untuk masyarakat, masalahnya SDM, personal,” ujarnya.

Sementara itu, Dekan FISIB UTM Surokim Abdussalam sependapat dengan Mujahid Ansori. Dia meminta agar hibah ini dihentikan sementara, setidaknya selama tiga tahun.

“Kita harus menolak hibah bersama-sama. Saya setuju dengan PPP. Menolak hibah mengharapkan (korupsi) ke depan,” katanya.

“Perlu tobat massal. Ini akan dihentikan selama tiga tahun, sampai dana hibah tidak lagi di zona gelap, tapi di zona terang,” ujar Surokim.

Surokim juga menyoroti kasus korupsi hibah yang menjerat Sahat Tua. Menurutnya, jika prinsip keadilan digunakan, maka operasi hukum harus diterapkan bola salju.

Artinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memeriksa semua pihak yang terlibat dalam sistem tersebut termasuk eksekutif – pejabat pemerintah dan semua yang terkait, bahkan gubernur dan wakil gubernur.

“Kok ini (eksekutif) tidak ada hubungannya? Tim pertanggungjawaban LPJ melibatkan eksekutif. Ya ya ya bola salju semua. Karena ini adalah sebuah sistem. Jadi tunggu giliran saja menurut saya. Dan ini tidak bisa dihentikan, harus jernih,” dia berkata.

Termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur? Surokim menjawab sederhana, “Seharusnya…, kalau tidak ikut, kenapa takut? Ini juga untuk pendidikan masyarakat.”