Berikan Keterangan di Sidang Kasus Kanjuruhan, Dosen UGM Ini Beri Hormat Pada Polisi yang Bertugas Pada Waktu Itu – Berita Jatim

by
Berikan Keterangan di Sidang Kasus Kanjuruhan, Dosen UGM Ini Beri Hormat Pada Polisi yang Bertugas Pada Waktu Itu

Pahami.id – Dibawa sebagai pakar dari bidang akademik, Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) menjelaskan Tragedi Kanjuruhan Malang melalui video penasehat hukum (PH) ketiga tersangka polisi.

Setelah menonton video tiga terdakwa polisi PH, Profesor Koentjoro MbSC. Psikolog PhD dari UGM ini langsung memberi hormat kepada polisi yang bertugas di malam kejadian, 1 Oktober 2022.

“Saya hadir sebagai saksi ahli dan harus netral dan tidak memihak. Saya harus membawa kebenaran. Saya boleh saja salah, tapi saya tidak bisa berbohong,” kata Koentjoro kepada awak media, Jumat (10/2/2023) siang.

Menurut analisa Koentjoro, setelah melihat video tersebut di persidangan siang tadi, penontonnya sendiri sudah melebihi kapasitas. Ia juga menjelaskan tentang penonton yang hadir pada pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya malam itu.

“Analisis pertama saya adalah jumlah penonton yang melebihi daya tampung. Menurut saya, suporter sepak bola adalah massa yang konkrit. Bisa jadi pertandingan itu akan menjadi sarana rekreasi anak-anak mereka untuk bersekolah,” jelasnya.

“Penonton di sini dikelompokkan dengan konten fanatik yang konkrit. Abstrak, just for leisure. Abstrak seperti pergi ke pasar sama-sama punya minat. Yang (suka) nonton film punya minat yang sama,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, kata dia, terjadi penurunan penonton, sebagaimana akademisi pakar psikologi, Koentjoro menjelaskan bahwa penonton atau suporter yang mendukung Arema, bukanlah mereka yang memiliki kepentingan berbeda.

“Penonton yang turun itu penonton konkrit. Sebenarnya targetnya pemain klub lawan. Tapi suporter lawan tidak hadir, ujung-ujungnya pemain Arema sendiri. Ada penjaga gawang. Kenapa?

Aksi suporter Aremania, lanjut Koentjoro, juga dilatarbelakangi oleh waktu pertandingan yang digelar pada malam hari, sehingga desakan suporter untuk bertindak anarkis juga memuncak.

“Polisi juga manusia. Kalau malam tidak mau disebut namanya. Kalau malam identitasnya tidak kelihatan, sehingga kecerobohan makin sering terjadi. Lalu ada miras. Alkohol jadi perangsang,” terangnya.

Koentjoro juga mengingatkan soal larangan FIFA membawa gas air mata ke dalam stadion, di sini karena para ahli yang dipanggil di persidangan bersikukuh seharusnya panitia penyelenggara (Panpel) melarang keamanan membawa itu, bukan mengizinkannya.

“Saya dengar FIFA melarang polisi membawa gas air mata. Tapi Pelpel tidak mengontrolnya. Karena polisi mengajarkan PHH, jadi bawa tameng. Bawa alat pemadam kebakaran. Ibarat petani kalau tidak bawa cangkul, apa yang kau lakukan,” ucapnya penuh.

Ia juga mengingatkan masyarakat dan negara agar sebisa mungkin tidak menghapus dan mereduksi intuisi alamiah Polri dalam urusan pengamanan, terutama saat terjadi kerusuhan.

“Mereka terlatih dalam intuisi. Intuisi adalah dua langkah di atas rasionalitas. Dia tahu kapan harus menembak dan kapan tidak. Menurut saya, berdasarkan intuisi, polisi seharusnya tidak terbunuh atau terbunuh karena kejadian ini,” kata Koentjoro.

Sebagai informasi, tiga oknum polisi yang dijerat itu adalah AKP Hasdarmawan selaku Danki 3 Brimob Polda Jatim, Kompol Wahyu Setyo Pranoto selaku Kapolda Malang, dan AKP Bambang Sidik Achmadi selaku Kapolda Malang. Samapta.

Kontributor: Dimas Angga Perkasa