Sejarah dan Silsilah Kerajaan Bali – Sejarah Indonesia

by

Bali adalah sebuah pulau yang terletak di bagian timur pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Bali terkenal sebagai pulau dengan berbagai tempat wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi, bahkan terkenal hingga mancanegara. Keunikan Bali yang terkenal di negara lain selain karena kondisi alamnya yang eksotis juga karena keunikan masyarakat Bali dengan budaya dan adat istiadat disana. Perkembangan budaya Bali tidak lepas dari warisan leluhur sehingga sejarah kerajaan Bali tidak kalah menarik untuk diketahui bersama dengan keturunan kerajaan Bali.

Awal Kerajaan Bali Kuno

Kerajaan Bali Kuno dikenal sebagai periode awal dari garis keturunan kerajaan Bali, menurut bukti sejarah yang ditemukan, beberapa di antaranya adalah candi di Bali.

  1. stempel
    Bukti sejarah awal berdirinya kerajaan Bali berupa cap yang terbuat dari tanah liat yang ditemukan di daerah Pejeng, Bali. Penemuan bukti sejarah tersebut konon telah dilakukan pada abad ke-8 Masehi.
  2. Prasasti
    Bukti sejarah selanjutnya berupa prasasti. Terdapat beberapa prasasti yang ditemukan dengan angka tahun yang berbeda, prasasti pertama berangka tahun 882 M. Prasasti ini menyebutkan perintah untuk membuat pertapaan dan tempat tinggal di kawasan bukit Kintamani, namun prasasti ini tidak memuat informasi tentang raja yang berkuasa. pada waktu itu. Prasasti kedua berangka tahun 911 Masehi yang berisi izin mendirikan bangunan suci untuk pemujaan Bhatara bagi warga Desa Trunyaan. Kemudian prasasti ketiga, yaitu Prasasti Blanjong yang isinya ditulis dalam bahasa Sansekerta dan campuran bahasa Bali kuno dengan pranagawi, huruf puitis. Prasasti Blanjong berangka tahun 914 Masehi dan Prasasti Blanjong konon merupakan bukti sejarah berdirinya kerajaan Bali Kuno.

Garis keturunan kerajaan

Raja pertama Kerajaan Bali Kuno bernama Kesari Warmadewa atau Sri Kesari Warmadewa sebagai pendiri dinasti Warmadewa Berikut adalah silsilah raja-raja periode pertama berdirinya:

  1. Sri Kesari Warmadewa
    Dikatakan sebagai raja pertama sekaligus pendiri dinasti Warmadewa, Sri Kesari Warmadewa konon berasal dari Sumatera kemudian datang ke Bali sekitar akhir abad ke-9, hal ini disebabkan persaingan dua kerajaan antara kerajaan Mataram. dan Kerajaan Sriwijaya. Selanjutnya Sri Kesari membangun istana di kawasan desa Besakih yang diberi nama Singhadwala atau Singhamandawa, raja Sri Kesari Warmadewa dikenal rajin memuja para dewa. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa lonceng yang terbuat dari perunggu dan berasal dari Kamboja. Lonceng ini berfungsi sebagai tanda bagi para biksu Buddha untuk beribadah di vihara masing-masing secara bersamaan. Lonceng tersebut kini disimpan di Desa Pejeng Gianyar di Pura Penataran Sasih Pada masa pemerintahan Sri Kesari Waradewa kondisi masyarakat sangat kondusif dan sejahtera. Budaya juga berkembang pesat. kemudian juga memperbesar dan memperluas Pura Dataran Tinggi Besakih. selain itu Shri Kesari Warmadewa merupakan tokoh sejarah, karena terdapat bukti beberapa prasasti yang tersisa seperti Prasasti Blanjong di Sanur, kemudian Prasasti Panempahan di Tampaksiring dan Prasasti Malatgede yang ketiganya ditulis hampir bersamaan waktunya. tetapi pemerintahannya segera diganti.
  2. Ugrasena
    Penguasa kerajaan berikutnya, yaitu Ugrasena atau Ratu Sri Ugrasena, pada masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 915 hingga 942. Pusat pemerintahannya berada di Singhamandawa. Beberapa sumber menyebutkan bahwa masa pemerintahan Raja Ugrasena sama dengan masa pemerintahan Mpu Rompi dari dinasti Isyana di Jawa Timur. Pada masa pemerintahan Ugrasena, beliau telah membuat beberapa peninggalan berupa prasasti yang berisi pembebasan pajak untuk daerah tertentu, upacara keagamaan, pembangunan tempat ibadah dan pemberian penghargaan. Setelah kematiannya, Ugrasena diberkati dan tahta diambil alih oleh Tabanendra Warmadewa. Baca juga peninggalan candi-candi Hindu di Indonesia
  3. Tabanendra Warmadewa
    Sepeninggal Ugrasena, kepemimpinan raja dilanjutkan oleh Tabanendra Warmadewa yang merupakan keturunan Ugrasena. Raja Tabanendra Warmadewa memiliki seorang ratu bernama Ratu Sri Subhadrika Dharmadewi yang konon membantu dalam pekerjaannya sebagai raja.Pada masa pemerintahan Tabanendra Warmdewa, ia juga memberikan pembebasan pajak untuk desa-desa khusus dan memberikan izin kepada para pendeta untuk membangun tempat suci di kuburan. tempat raja-raja sebelumnya.
  4. Indrajayasingha Warmadewa
    Indrajayasingha Warmadewa juga dikenal sebagai Jayasingha Warmadewa. Bukti sejarah pemerintahan Prabu Jayasingha Warwadewa berupa prasasti dengan nama Prasasti Manukaya berangka tahun 882 Saka. Prasasti tersebut berisi perintah raja untuk mengembalikan Tirtha di (Udara) Mpul (sekarang Tirtha Empul di Tampaksiring). Hal ini dikarenakan pada saat itu raja Jayasingha membangun dua buah pemandian yang terletak di desa Manukraya.
  5. Ratu Sri Janasadhu Warmadewa
    Pemerintahan Janasadhu Warmadewa sekitar akhir abad ke-10 Masehi yang merupakan raja kelima dari dinasti Warmadewa. Bukti sejarah Prabu Jasanadhu hanya satu prasasti yaitu Prasasti Sembiran yang ada pada tahun 897 Saka atau 975 Masehi yang berisi perintah Prabu Janasadhu Warmadewa kepada masyarakat desa Julah dan desa sekitarnya (Indrapura, Buwun Dalam, dan Hiliran). ) untuk saling membantu. saat memperbaiki tempat ibadah. dan mempersenjatai diri sebagai alat perlindungan dalam perang dan dalam menghadapi perampokan.
  6. Sri Wijaya Mahadewi
    Setelah masa pemerintahan Raja Janasadhu Warmadewa berakhir, kepemimpinan kerajaan digantikan oleh seorang ratu bernama Sri Wijaya Mahadewi. Menurut seorang sejarawan Belanda bernama Stein Callenfels, ratu tersebut berasal dari Kerajaan Sriwijaya. Namun pendapat tersebut bertentangan dengan Damais yang meyakini bahwa Ratu Sri Wijaya Mahadewi adalah putri dari Empu Sindok yang berasal dari sebuah kerajaan di Jawa Timur. Alasan pendapat ini didasarkan pada nama-nama jurusan dalam Prasasti Ratu Wijaya sendiri yang pada waktu itu banyak disebut dalam prasasti Jawa.
  7. Dharma Udayana Warmadewa
    Setelah pemerintahan Rau Wijaya dilanjutkan dengan kerajaan Udayana. Saat menjadi pemimpin kerajaan, Raja dibantu oleh permaisurinya yang bernama Mahendradatta. Mahendradatta bergelar Ratu Sri Gunapriya Dharmapatni di kerajaan Bali, putra dari Raja Makutawangsawardhana yang berasal dari Jawa Timur. Sebelum naik tahta, Prabu Udayana diperkirakan berada di Jawa Timur karena namanya tercantum dalam isi Prasasti Jalatunda. Perkawinan antara Udayana dengan ratu Jawanya telah menyebabkan perubahan budaya kedua kerajaan tersebut, misalnya bahasa Jawa Kuna digunakan untuk menulis isi prasasti dan pembentukan dewan penasehat seperti pada kerajaan kerajaan Jawa dimulai. waktu. masa kerajaan Bali mengalami kejayaannya. kemudian jalannya pemerintahan Udayana hanya dilakukan dan dikuasai oleh Raja Udayana karena beliau hanya memimpin dengan permaisurinya sampai tahun 1001 M karena pada tahun tersebut Gunapriya meninggal dunia dan dimakamkan di Burwan. Setelah itu Raja Udayana terus memerintah hingga tahun 1011 M. Raja Udayana wafat dan dilantik di Banuwka. Peristiwa ini dikukuhkan berdasarkan Prasasti Air Hwang (1011) yang hanya menyebut nama Udayana. Raja Udayana memiliki tiga putra yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu, namun pada masa kerajaan Bali, Airlangga tidak pernah memerintah di Bali karena merupakan menantu Dharmawangsa di kerajaan Jawa Timur.
    Baca juga: Sejarah Kerajaan Singasari
  8. Dharmawangsa Wardhana Marakatapangja
    Marakata adalah putra Prabu Udayana yang bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Marakata memerintah dari tahun 1011 sampai 1022, ini disebut pemerintahan Airlangga di Jawa. Ada pendapat dari sejarawan Utterheim bahwa Marakata sebenarnya adalah Airlangga, hal ini didasarkan atas kesamaan nama, cara memimpin, dan kepribadian. saat memimpin pemerintahan Marakata, rakyatnya menghormati dan mentaati hak tersebut karena Marakata peduli terhadap rakyatnya dan selalu melindungi mereka. Selain itu, pada masa pemerintahannya, Marakata membangun presada atau candi di Gunung Kawi di kawasan Tampaksiring.
  9. anak Wungsu
    Setelah kekuasaan Marakata berakhir, kepemimpinan Kerajaan Bali dilanjutkan oleh Anak Wungsi yang bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka. Pada masa pemerintahan Anak Wungsu banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti yang berjumlah lebih dari 28 dan tersebar di beberapa wilayah Bali yaitu Bali Utara, Bali Tengah dan Bali Selatan. Pemerintahan Anak Wungsu berlangsung selama 28 tahun dari tahun 1049 hingga 1077. Saat itu Anak Wungsu dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Kehidupan Keluarga Disebutkan bahwa putra Wungsu tidak memiliki anak dan meninggal pada tahun 1077 dan kemudian dimakamkan di Gunung Kawi.

Setelah pemerintahan Anak Wungsu, kerajaan Bali dilanjutkan dengan gelar Wangsa Jaya karena pada saat itu kerajaan tersebut digantikan oleh Jaya Sakti dengan masa pemerintahan yang dimulai pada tahun 1133 sampai 1150 M yang juga memiliki masa yang sama dengan masa pemerintahannya. Jayabaya di Kediri. Pada masa pemerintahan Raja Jayasakti memiliki penasehat pusat yang terdiri dari senapati dan tokoh agama Hindu dan Budha, dan pada masa kepemimpinannya menggunakan kitab undang-undang Widdhi Balawan Utara dan kitab Rajawacana. Berikut daftar raja di Wangsa Jaya.

  1. Śri Jayaśakti dengan masa pemerintahan dari tahun 1133 sampai 1150.
  2. Ragajaya memerintah pada tahun 1155.
  3. Jayapangus dengan masa pemerintahan dari tahun 1178 sampai 1181.
  4. Arjayadengjayketana adalah seorang ratu yang memerintah pada tahun 1200.
  5. Haji Ekajayalancana yang menjadi wakil penguasa pada tahun 1200.
  6. Bhatara Guru Śri Adikununtiketana dengan masa pemerintahan tahun 1204.
  7. Adidewalancana dengan pemerintahan pada tahun 1260.

Baca juga sejarah kerajaan Majapahit

Kejatuhan Kekaisaran

Kerajaan Bali mulai mengalami kemunduran yang disebabkan oleh strategi Kerajaan Mahapahit ketika Gajah Mada memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusantara oleh perdana menteri Kebo Iwa (Bali) yang diutus ke Kerajaan Majapahit, namun setelah itu. tiba di kerajaan Majapahit Kebo Iwa dibunuh tanpa sepengetahuan pemerintah Bali, kemudian Kerajaan Majapahit mengutus Gajah Mada dengan siasat pura-pura mengajak perundingan, namun sesampainya di kerajaan Bali, Gajah Mada malah membunuh raja Gajah Waktra yang saat itu memimpin kerajaan sehingga kejadian ini menjadikan kerajaan Bali berada di tangan Kerajaan Majapahit dan sisa-sisa Kerajaan Majapahit.