7 Pahlawan Indonesia Non Muslim yang Wajib Diketahui – Sejarah Indonesia

by

Perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia melibatkan seluruh warga negara tanpa diskriminasi. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa semua berjuang demi masa depan bangsa dan negara asalkan masih Indonesia. Latar belakang berbagai suku, suku dan agama tidak lagi menjadi halangan untuk bersatu dalam perjuangan.

Itulah sebabnya semboyan bangsa Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika” dengan makna yang berbeda-beda tetapi tetap satu. Pahlawan yang namanya tercatat dalam sejarah juga berasal dari berbagai latar belakang. Padahal, sebagian besar dari mereka yang dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa adalah para pahlawan agama Islam. Lantas siapakah pahlawan non muslim Indonesia? Berikut ulasan tentang pahlawan non muslim. Meski begitu, kiprah dan perjuangannya untuk bangsa dan negara bukanlah main-main. Baca juga Sejarah pki, peristiwa G30spki, Sejarah museum jalesveva jayamahe.

Daftar Pahlawan Non Muslim Indonesia

Selain Islam, agama lain yang berkembang sejak pra kemerdekaan di Indonesia adalah Kristen, Hindu, dan Budha. Hal ini cukup beralasan mengingat perkembangan agama di Indonesia belum tentu mayoritas muslim. Agama ini juga merupakan kepercayaan yang dianut oleh beberapa pahlawan yang namanya pasti sudah sering Anda dengar.

Entah itu dijadikan sebagai pahlawan yang wajib diketahui, tercatat dalam buku sejarah, atau dikenang sebagai nama jalan di kota-kota besar. Berikut adalah daftar tokoh-tokoh agama selain Islam yang telah banyak berjasa baik berupa pemikiran, jasa, dan jasad bagi bangsa dan negara.

  1. Yos Sudarso

Nama lengkap pendekar ini adalah Laksamana Laksamana Yosaphat Sudarso, namun lebih dikenal dengan sebutan Yos Sudarso. Ia lahir pada tanggal 24 November 1925 di Salatiga. Namanya diabadikan dalam sebuah KRI. Tanda hormat adalah Pembela Kebebasan. Yos Sudarso tewas dalam pertempuran pada 13 Januari 1963 tepat di atas KRI Macan Tutul. Pertempuran terjadi di laut Aru selama kampanye Trikora.

  1. Jenderal Urip Sumoharjo

Jenderal Urip Sumoharjo lahir pada tanggal 22 Februari 1893 di Purworejo, Jawa Tengah. Sebelumnya ia bernama Muhammad Siddik, karena lahir dari keluarga muslim. Namun setelah beranjak dewasa ia kemudian memeluk agama Kristen. Secara historis ia putus sekolah dan memilih mengikuti pelatihan militer di Batavia, kini Jakarta. Setelah tamat tahun 1914 ia menjadi letnan tentara pemerintah kolonial Belanda. Kemudian pada tahun 1938 ia mengundurkan diri dari jabatannya setelah terjadi perselisihan dengan Bupati Purworejo.

Perjuangannya cukup lama setelah mengundurkan diri, ia kemudian dipanggil kembali bertugas. Kemudian setelah Indonesia merdeka diangkat sebagai kepala staf dan sementara kepala angkatan bersenjata. Saat itu ia berusaha menyatukan kelompok militer yang terpecah belah di Indonesia.

Dia kemudian meninggal pada 17 November 1948 karena serangan jantung di kamarnya. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Saat itu pemakamannya dilakukan setelah dipromosikan menjadi Jenderal. Berbagai penghargaan diraihnya seperti Bintang Sakti (1960), Bintang Kartika Eka Pakci Utama (1968), dan Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967). Ia juga dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1964. Baca juga sejarah patung Pancoran, sejarah berdirinya Monumen Nasional, sejarah Masjid Agung Semarang, dan sejarah HAM di dunia.

  1. Laksamana Muda Udara Agustinus Adisutjipto

Agustinus Adisutjipto adalah Marsekal Anumerta yang lahir pada tanggal 3 Juli 1916 di Salatiga, Jawa Tengah. Ia adalah seorang komodor udara Indonesia yang belajar di Geneeskundigie Hoge School atau Medical College dan Militaire Luchtvaart Aviation School di Kalijati. Pada tanggal 15 November 1945 ia mendirikan Sekolah Penerbangan di Yogyakarta yang berlokasi di Bandara Maguwo. Lapangan tersebut kemudian diberi nama Bandara Adisutjipto sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa beliau. Ia meninggal pada tanggal 24 Juli 1947 di Bantul dalam usia 31 tahun dan dikenang sebagai salah satu Pahlawan Nasional.

  1. Thomas Matulesi

Nama Thomas Matulesy mungkin sedikit asing di telinga, namun jika melihat hero yang tertera di uang kertas seribu rupiah pasti sudah tidak asing lagi. Jagoan parang yang dikenal sebagai Kapitan Pattimura ini sebenarnya memiliki nama asli Thomas Matulesy. Ia lahir pada tahun 1783 di Negeri Haria, Saparua, Maluku. Perjuangannya melawan Belanda bahkan berhasil merebut benteng Belanda di Saparua pada tahun 1817. Sebelumnya ia juga telah melumpuhkan seluruh prajurit Belanda yang ada di benteng tersebut. Sayangnya dia kemudian tertangkap dan digantung. Eksekusinya dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 yang merupakan akhir hidupnya. Kini ia dikenal sebagai Pahlawan Nasional.

  1. Gaji Rudolf Supratman

Siapa yang tidak tahu nama yang satu ini? Wage Rudolf Supratman terkenal dengan kontribusinya dalam menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ia lahir pada tanggal 9 Maret 1903 di Jatinegarara, Jakarta. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di Jakarta, kemudian pindah ke Makassar yang kala itu masih bernama Ujung Pandang, dan menyelesaikan Sekolah Normal di sana. Ia masih sempat tinggal di kota, kemudian menjadi guru sekolah dasar, dan terjun ke dunia perusahaan dagang.

Kemampuannya memainkan biola dan mengarang lagu didapat dari kakaknya yang saat itu tinggal di Ujungpandang. Padahal, sudah selayaknya Supratman memiliki keahlian di bidang musik, karena sebagai seorang Kristen tentunya kemampuannya cukup mumpuni. Dia kemudian meninggal pada tahun 1938 pada usia yang relatif muda.

  1. Igantius Slamet Rijadi

Ignatius Slamet Rijadi lahir pada hari Rabu, 28 Mei 1926 di desa Danukusuman, Solo. Waktu lahir namanya Soekamto, tapi waktu kecil sering sakit, sehingga akhirnya namanya diganti menjadi Slamet. Dalam perjalanannya ke SMP, namanya ditambahkan menjadi Slamet Rijadi, karena banyak anak seusianya yang juga bernama Slamet. Baca juga berbagai jenis artefak, peninggalan zaman prasejarah, sejarah hari cuci tangan dunia.

  1. A.Kartini

Siapa sangka Raden Ajeng Kartini sebenarnya adalah seorang penganut Buddha. Hal ini diketahui melalui surat-suratnya dengan teman-temannya di luar negeri. ia sering menggunakan berbagai istilah tentang Buddha seperti Boeddhakindje, Bodhisme, bahkan menyebut dirinya putra Buddha. Sebagai perempuan Jepara yang banyak berkontribusi dalam perjuangan emansipasi perempuan, Kartini menjadi salah satu bukti bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk memberi manfaat bagi sesama. Ia kemudian meninggal pada usia 70 tahun dan kini dikenal sebagai Pahlawan Nasional.

Itulah daftar pahlawan non muslim Indonesia. Padahal, masih banyak pahlawan non muslim seperti Robert Wolter Monginsidi, Letnan Jenderal TB Simatupang, dan sebagainya. Semoga bermanfaat!