Provinsi Papua yang terletak di bagian paling timur Indonesia kini menjadi bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia dan merupakan wilayah terluas di Indonesia. Papua terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur yang merupakan wilayah Indonesia. Sebelumnya Papua bernama Irian Jaya, meliputi seluruh Papua Barat. Sejak tahun 2003 Papua telah dipecah menjadi dua wilayah dimana bagian timur masih menggunakan nama Papua sedangkan bagian lainnya menggunakan nama Papua Barat.
Dengan luas 808.105 kilometer persegi, Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan terbesar pertama di Indonesia. Hari lahir Papua ditetapkan pada 1 Mei 1963, saat Papua direbut dari Belanda. Bukan hal yang mudah untuk menjadikan Papua sebagai bagian dari NKRI. Butuh perjuangan yang sangat berat dari anak asli Papua untuk merebutnya dari tangan penjajah dan mempersatukan Irian Barat ke tanah air. Anak-anak Papua ini nantinya akan diberikan gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia.
1. Frans Kaisiepo
Lahir di Wardo, Biak, Papua pada 10 Oktober 1921, ia terlibat sebagai wakil Papua pada Konferensi Malino tahun 1946 yang membahas tentang pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama Irian berasal dari asalnya, sebuah kata dalam bahasa Biak yang berarti tempat yang panas. Selama tiga hari menjelang proklamasi atau 14 Agustus 1945, Kaisiepo dan kawan-kawan memainkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di Kampung Harapan Jayapura.
Beberapa hari setelah deklarasi atau 31 Agustus 1945, ia dan teman-temannya mengadakan upacara pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu kebangsaan. Ia adalah Gubernur Irian Barat keempat dari tahun 1964 sampai 1973. Ia meninggal pada tanggal 10 April 1979 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura. Namanya dipakai sebagai nama bandara Frans Kaisiepo di Biak, juga sebagai nama KRI Frans Kaisiepo. Gelar pahlawan nasional ditetapkan pada tahun 1993 dengan penganugerahan Bintang Mahaputera Adi Pradana kelas dua. Frans Kaisiepo juga diabadikan dalam uang rupiah pecahan 10 ribu rupiah yang baru dicetak. Ketahui juga tentang pahlawan nasional dari Jakarta dan pahlawan nasional dari Sumatera.
2. Johannes Abraham Dimara
Mayor TNI Johannes Abraham Dimara adalah orang asli Papua yang lahir di Korem, Biak Utara, Papua pada tanggal 16 April 1916. Pada tahun 1946 ia ikut serta dalam pengibaran Bendera Merah Putih di Namlea, Pulau Buru, Maluku. Dia juga berjuang untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia. Pada tahun 1950 diangkat sebagai ketua OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat).
Johannes kemudian menjadi anggota TNI dan menyusup ke Irian Barat pada tahun 1954 hingga ditangkap oleh tentara Belanda dan diasingkan ke Digul hingga dibebaskan pada tahun 1960. Ia pun menyerukan Trikora bersama Bung Karno di Yogyakarta dan menyerukan seluruh Irian Barat. . rakyat untuk mendukung penyatuan Irian Barat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada tahun 1962 ketika perjanjian New York diadakan, Johannes menjadi salah satu delegasi dengan Menteri Luar Negeri Indonesia.
Isi perjanjian tersebut akhirnya mewajibkan pemerintah pemerintah Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat kepada Pemerintah Indonesia. Sejak saat itu, wilayah Irian Barat menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Johannes meninggal dunia pada tanggal 20 Oktober 2000 dan menerima penghargaan berupa Satyalancana Bhakti Perang Kemerdekaan I dan Satyalancana Bhakti. Pemerintah juga menganugerahkan gelar pahlawan nasional dari Papua pada tahun 2011. Pelajari juga tentang pahlawan nasional non muslim dan penyebab peperangan antar suku di Papua.
3. Silas Papare
Lahir di Serui, Papua pada 18 Desember 1918, Silas Papare adalah seorang pejuang yang berusaha menyatukan Irian Jaya (Papua) ke dalam wilayah NKRI dalam perjuangan pembebasan Irian Barat. Perjuangan kemerdekaan Papua dilakukan dengan sangat gigih sehingga sering berhadapan dengan aparat keamanan Belanda. Dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda, ia dipenjarakan di Negeri Belanda karena mempengaruhi Batalyon Papua untuk memberontak.
Selama ditahan di Serui, ia bertemu dengan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda. Dari situ ia semakin yakin bahwa Papua harus bebas dari penjajahan dan bergabung dengan NKRI. Pada Oktober 1949 di Yogyakarta, ia mendirikan Badan Perjuangan Irian untuk membantu pemerintah Indonesia memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia. Saat itu Silas aktif dalam Front Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB) dan juga ditunjuk oleh Sukarno menjadi salah satu utusan Indonesia dalam Perjanjian New York yang ditandatangani pada 15 Agustus 1962. Perjanjian tersebut mengakhiri konfrontasi Indonesia dengan Belanda atas masalah Irian Barat.
Setelah Irian Barat bersatu dengan Republik Indonesia, Silas Papare diangkat menjadi anggota MPRS. Setelah wafat dalam usia 60 tahun pada 7 Maret 1978, namanya diabadikan sebagai salah satu Kapal Perang Korvet kelas Parchim, KRI Silas Papare dengan nomor lambung 386. Monumen Silas Papare juga didirikan di dekat pantai dan pelabuhan laut Serui. Di Jayapura, nama tersebut digunakan untuk Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIPOL) Silas Papare di Jalan Diponegoro. Dan di kota Nabire, namanya diabadikan dalam bentuk nama jalan. Gelar pahlawan nasional dianugerahkan pada tahun 1993 bersama Marthen Indey dan Frans Kaisiepo.
4.Marthen Indey
Lahir di Doromena, Papua pada 14 Maret 1912 dan dinobatkan sebagai pahlawan nasional dari Papua pada tahun 1993, ia adalah seorang perwira polisi Belanda yang membelot untuk mendukung Indonesia. Saat bertugas menjaga tapol di Digul, ia bertemu napi seperti Sugoro Atmoprasojo yang merubah cara berpikirnya. Marthen kemudian bergabung dengan organisasi politik bernama Komite Indonesia Merdeka (KIM) pada tahun 1946, yang kemudian dikenal dengan nama Parti Indonesia Merdeka (PIM). Saat menjadi ketua, ia bersama beberapa kepala suku Papua lainnya memprotes rencana Belanda memisahkan Irian Barat dari kesatuan wilayah Indonesia.
Ketika mengetahui Marthen telah membelot, Belanda kemudian menangkapnya dan menahannya selama 3 tahun di Digul. Pada tahun 1962 ia menjadi gerilya untuk menyelamatkan anggota RPKAD yang mendarat di Papua pada masa Trikora. Ia juga menyampaikan Piagam Kota Baru yang berisi keinginan kuat masyarakat Papua untuk tetap setia pada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkat piagam tersebut, dia dikirim untuk berpartisipasi dalam Konferensi New York. Setelah itu diangkat sebagai anggota MPRS tahun 1963 – 1968, dan juga diangkat sebagai pengawal pinjaman Residen Jayapura dengan pangkat Mayor Titel selama 20 tahun. Marthen meninggal di Doromena pada usia 74 tahun pada 17 Juli 1986.
Mengenal nama-nama pahlawan nasional dari Papua sangat penting untuk memahami sejarah Papua yang dulu nyaris lepas dari negara kita yang bersatu. Tidak hanya mengetahui nama dan kisah hidup para pejuang dari Papua, penting juga untuk mengetahui nama-nama pejuang dari daerah lain untuk mengetahui seberapa gigih perjuangan mereka untuk kemerdekaan tanah air kita. Berkat perjuangan mereka, mereka telah berjuang sampai titik darah penghabisan, sebagai generasi penerus kita dapat menikmati kehidupan yang modern dan damai di tanah air tercinta. Oleh karena itu, kenali nama-nama pahlawan nasional dari Jawa dan pahlawan nasional dari Madura.