Indonesia. Bersama, Jakarta – Alat dan permainan kini menjadi bagian dari kehidupan manusia, terutama anak-anak. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra menyarankan orang tua untuk menjalin komunikasi dengan anak agar tidak kecanduan game atau gadget.
“Diperlukan dialog yang intens dengan anak-anak, apa yang mereka dapatkan dari bermain game? Adakah dampak positif dan negatif yang dirasakan pada tubuh dan kehidupan mereka?” kata Novi.
Namun, perlu dibatasi durasi penggunaan, pemilihan konten, dan jenis permainan yang cocok untuk anak. Tujuannya agar kehidupan anak seimbang, antara aktivitas sosial dan juga bermain game. Orang tua juga disarankan untuk melatih anak bertanggung jawab atas aktivitas sehari-hari.
“Dialog dan kesepakatan ini akan menciptakan kesadaran dan self-management yang digunakan gadget benar,” katanya.
Hormon bahagia
Novi membeberkan permainan tersebut perangkat bisa mendatangkan hormon bahagia, antara lain dopamin, oksitosin, serotonin, hingga endorfin. Secara umum, hormon ini menimbulkan perasaan senang dan senang setelah melakukan aktivitas tertentu, terutama game. Hormon bahagia ini menyebabkan tubuh secara alami ingin bermain game terus menerus.
Dia menambahkan seorang anak yang terlalu tua main game potensi kecanduan game. Kecanduan akibat gawai, jika tidak disadari atau ditangani dengan serius, dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, yaitu kurangnya kemampuan bersosialisasi, stres, kelelahan kronis, apatis, dan rendahnya motivasi untuk melakukan hal lain. Selain itu, kesehatan fisik anak pada masa pertumbuhan juga akan terganggu karena kurang gerak, sakit mata, dan keluhan nyeri sendi.
“Hormon kebahagiaan saat bermain game bisa dihasilkan dari aktivitas lain. Yang terpenting adalah membangun kesadaran dan self-management,” tegasnya.
Editor’s Pick: Salurkan Hobi Gaming Anda di Stasiun Gambir, Cek Syaratnya