Jakarta, Pahami.id —
Suara sirine peringatan tsunami dibunyikan di Banda Aceh, Aceh, pada Kamis (26/12) pagi sebagai peringatan 20 tahun bencana tsunami dahsyat dari Samudera Hindia pada tahun 2004.
Dilaporkan AFPPeringatan resmi tersebut diawali di Masjid Raya Banda Aceh dengan menyalakan sirine peringatan selama tiga menit, dimulai pukul 07.58 WIB, bersamaan dengan terjadinya bencana tsunami tahun 2004 yang melanda Aceh.
AFP mengatakan peringatan itu bersifat emosional. Usai sirene peringatan dibunyikan, masyarakat yang berkumpul terus berdoa bersama sebagai awal dari berbagai peringatan yang digelar di banyak lokasi di wilayah tersebut.
Korban selamat dan keluarga korban tewas dan hilang juga menghadiri pemakaman massal korban tsunami Aceh. Mereka menghidupkan kembali momen mengerikan yang terjadi 20 tahun lalu dan menyita harta benda, benda, dan kerabat mereka.
“Saya pikir ini adalah akhir dunia,” kata Hasnawati, seorang guru berusia 54 tahun, saat mengunjungi sebuah masjid yang rusak akibat tsunami.
“Minggu pagi itu kita semua berkumpul, semua tertawa bersama, tiba-tiba bencana melanda dan semuanya lenyap. Tak bisa kulukiskan dengan kata-kata,”
AFP melaporkan, peringatan 20 tahun tsunami Samudera Hindia juga digelar melalui beberapa upacara keagamaan di Sri Lanka, India, dan Thailand, beberapa negara yang menjadi korban tsunami tahun 2004.
Pada tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter melanda ujung barat Sumatera, menimbulkan serangkaian gelombang besar di Samudera Hindia dan menghantam pesisir pantai 14 negara, mulai dari Indonesia hingga Somalia.
Ombaknya bahkan mencapai ketinggian 30 meter, hampir menyapu bersih pemukiman warga, warga, dan wisatawan yang merayakan libur Natal dan akhir pekan secara bersamaan.
Gelombang dari dasar laut bergerak dengan kecepatan dua kali kecepatan kereta berkecepatan tinggi, melintasi seluruh Samudera Hindia hanya dalam beberapa jam.
Tsunami melanda tanpa peringatan tsunami. Namun, meskipun beberapa negara memiliki teknologi ini dan berhasil, rentang waktu untuk menyelamatkan diri sangatlah sempit.
Tercatat 226.408 orang meninggal akibat tsunami di seluruh Tanah Air. Indonesia menjadi negara yang paling terkena dampaknya, dengan sedikitnya 160 ribu orang meninggal. Saat itu, Aceh belum memiliki sistem peringatan dini.
“Saya harap kita tidak mengalami hal ini lagi,” kata Nilawati yang kini berusia 60 tahun. “Rasanya seperti baru kemarin. Setiap kali aku mengingatnya, rasanya seluruh darah mengalir keluar dari tubuhku.”
“Anak, istri, ayah, ibu, seluruh sanak saudara saya hanyut,” kata Baharuddin Zainun, nelayan berusia 70 tahun yang selamat dari bencana tersebut. “Orang lain juga merasakan tragedi yang sama. Kami juga merasakan hal yang sama.”
Di Sri Lanka, korban tewas akibat tsunami mencapai 35 ribu orang. Sementara itu, para penyintas beserta keluarganya berkumpul untuk mengenang 1.000 orang yang tewas akibat tsunami yang menerjang kereta api yang sedang melaju saat itu.
Upacara keagamaan singkat digelar bersama keluarga korban di sana. Sementara itu, upacara Budha, Hindu, Kristen, dan Islam juga digelar untuk mengenang para korban di seluruh kepulauan Asia Selatan.
Sementara itu di Thailand, acara peringatan tidak resmi diperkirakan akan mengiringi upacara peringatan pemerintah. Tsunami tahun 2004 merenggut 5.000 nyawa di negara ini, dan lebih dari setengahnya adalah wisatawan asing.
Sebuah hotel di provinsi Phang Nga menjadi tuan rumah pameran tsunami, pemutaran film dokumenter, dan pengenalan langkah-langkah kesiapsiagaan dan ketahanan bencana oleh pemerintah dan lembaga kemanusiaan.
Hampir 300 orang tewas di tempat-tempat yang jauh seperti Somalia, serta lebih dari 100 orang di Maladewa dan puluhan orang di Malaysia dan Myanmar.
(AFP/akhir)