Jakarta, Pahami.id —
Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan beberapa hal kepada DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang dalam melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang syarat ambang batas pencalonan presiden atau presiden. ambang batas presiden 20 persen.
Mahkamah Konstitusi membaca rekomendasi tersebut sebagai acuan DPR-Pemerintah dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan syarat ambang batas presiden tidak konstitusional.
Hal pertama, Mahkamah Konstitusi meminta DPR dan Pemerintah mengubah UU No. 7 Tahun 2017 dengan memperhitungkan semua partai politik berhak mengajukan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu.
“Lakukan rekayasa konstitusi dengan memperhatikan hal-hal berikut. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam rapat paripurna MK di Gedung MK. , Jakarta, Kamis (2/1)
Kedua, Mahkamah Konstitusi meminta DPR-Pemerintah mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden bukan berdasarkan presentasi jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Ketiga, Mahkamah Konstitusi terus mengajak DPR-Pemerintah membuat aturan yang memperbolehkan partai politik berkoalisi untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden dalam pemilu.
“Selama gabungan partai politik peserta pemilu tidak mengarah pada dominasi partai politik atau gabungan partai politik, maka mengakibatkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih,” ujarnya.
Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dilarang mengikuti pemilu mendatang, lanjutnya.
Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi meminta DPR-Pemerintah melibatkan seluruh pihak yang terlibat dalam pemilu, termasuk partai politik non-parlemen, dalam perubahan aturan tersebut.
MK menilai ambang batas presiden sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah inkonstitusional.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (1/2).
“Kabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” demikian putusan yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo.
(Bu/gil)