Jakarta, Pahami.id —
Duta besar Rusia untuk Indonesia, Sergey Tolchenov mengatakan, kontrak pengadaan jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia untuk Indonesia akan tetap dijual meski dibekukan oleh pemerintah Indonesia.
“Ini tidak dibatalkan atau dihentikan, tapi dibekukan. Kami berasumsi cepat atau lambat hal itu akan dilaksanakan,” kata Tolchenov dalam wawancara dengan kantor berita Rusia, TASS.
Namun, dia mengaku belum mengetahui kapan kontrak tersebut akan dilaksanakan. Ia menambahkan, waktu pengiriman jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia ke Indonesia akan ditentukan oleh pemerintah Indonesia.
Apalagi, kata dia, Indonesia saat ini masih berminat membeli jet tempur dari Rusia.
“Kapan dan bagaimana, ini menjadi pertanyaan bagi pemerintah Indonesia yang akan datang. Mereka yang akan memutuskan. Sejauh yang kami pahami, masih ada minat terhadap peralatan penerbangan Rusia,” tambah Tolchenov.
Sebelumnya, pada Mei 2024, Duta Besar RI untuk Rusia Jose Tavares juga memastikan kontrak pembelian jet tempur Sukhoi SU-35 dengan Rusia akan tetap dilaksanakan.
Namun saat ini pemerintah Indonesia masih menunggu waktu yang tepat dan anggaran yang cukup untuk melaksanakan kontrak tersebut.
“Memang pada suatu saat Rusia dan Indonesia menandatangani perjanjian ini. Indonesia tidak pernah mengakhirinya, namun menundanya untuk menghindari kesulitan-kesulitan tertentu yang mungkin terjadi,” kata Jose.
Pada tahun 2020, Indonesia mengakhiri kontrak dengan Rusia untuk mengakuisisi jet tempur Sukhoi SU-35. Pasalnya, saat itu Indonesia sedang mengalami gejolak perekonomian akibat pandemi COVID-19.
Selain itu, pembatalan kontrak dengan Rusia terkait pengadaan jet tempur juga disebabkan oleh AS. Pasalnya, Negeri Paman Sam saat itu mengancam akan memberikan sanksi kepada Indonesia jika kontrak tersebut terlaksana.
Kontrak pembelian jet tempur SU-35 sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2018. Saat itu, Indonesia dan Rusia menandatangani kontrak pembelian jet tempur SU-35 senilai 1,1 miliar USD atau setara Rp 17 triliun.
Namun implementasi kontrak tersebut sempat tertunda pada tahun 2019 karena rumitnya proses perizinan perdagangan di Indonesia.
(gas/bac)