Jakarta, Pahami.id —
Presiden Prabu Subianto bersikeras bahwa dia akan menjaga kedaulatan Indonesia di Laut Cina Selatan menyusul pernyataan bersama dengan Presiden China Xi Jinping yang banyak menuai kritik dan pertanyaan publik.
Prabowo mengatakan, dirinya juga sempat membahas persoalan Laut Cina Selatan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat bertemu di Gedung Putih, Selasa (12/11). Menurutnya, Indonesia membuka pintu kerja sama dengan semua negara.
“Kita membahas Laut China Selatan. Saya sampaikan ingin bekerja sama dengan semua pihak. Kita hormati semua kekuatan, tapi kedaulatan kita juga akan kita jaga,” kata Prabowo di Amerika Serikat, Kamis (14/1).
Prabowo mengaku ingin selalu mencari peluang kerja sama. Ia percaya kerja sama lebih baik daripada konfrontasi.
Ia mengatakan kerja sama tidak akan datang sendirian. Oleh karena itu, Indonesia berupaya untuk bekerja sama dengan semua pihak.
Perlu ada upaya untuk membangun rasa saling percaya, saling menghormati. Maka kita memilih untuk menjaga hubungan baik dengan semua pihak, kata Prabowo.
Meski tidak menyinggung negara mana pun, pernyataan Prabowo ini dilontarkan setelah sejumlah pengamat termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mengkritik pernyataan bersama dirinya dengan Xi Jinping di Beijing.
Pasal 9 pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping menjelaskan bahwa Indonesia dan Tiongkok sepakat untuk memperkuat dan memperluas kerja sama maritim. Yang banyak menimbulkan pertanyaan adalah pernyataan pada paragraf dua poin 9 yang menyatakan bahwa kedua negara “mencapai kesepahaman penting mengenai pembangunan bersama di wilayah yang tumpang tindih klaimnya”.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengkritisi hal tersebut yang dinilainya berkaitan erat dengan sengketa Laut Cina Selatan. Perairan tersebut menjadi titik panas konflik setelah China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan wilayah beberapa negara, khususnya negara-negara di ASEAN.
Sejauh ini, Indonesia menegaskan tidak memiliki sengketa wilayah dengan Beijing di Laut Cina Selatan. Meski begitu, sikap kapal-kapal China yang semakin nekat mengganggu dan menembus perairan Indonesia, khususnya di Natuna, membuat Indonesia tergerak dan mau tidak mau menegaskan kedaulatannya di perairan yang bersentuhan langsung dengan Laut China Selatan tersebut.
Hikmahanto juga menekankan poin kesembilan dari kesepakatan kedua presiden. Artikel tersebut menyatakan bahwa Indonesia dan Tiongkok telah mencapai kesepahaman mengenai pembangunan bersama di wilayah yang saat ini berada dalam situasi tumpang tindih klaim.
Hikmahanto mempertanyakan sikap Indonesia terhadap klaim Sembilan Garis Putus Tiongkok. Ia mengingatkan, klaim tersebut mengganggu kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.
Namun pernyataan bersama pada 9 November berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak Tiongkok atas Ten Dash Line, kata Hikmahanto.
Katanya, “Karena di peta Indonesia dan di dalam Undang-undang Kewilayahan Nasional tidak diketahui adanya Sepuluh Garis Putus-putus yang diklaim secara sepihak oleh Tiongkok.”
(dhf/rds)