Berita Perempuan Ini Tuntut Negara Gegara Terapkan ‘Pajak Menstruasi’

by
Berita Perempuan Ini Tuntut Negara Gegara Terapkan ‘Pajak Menstruasi’


Jakarta, Pahami.id

Seorang wanita Pakistan dan seorang pengacara muda, Mahnoor Omer, mengajukan petisi yang menuntut negaranya menghapus apa yang disebutnya “pajak haid“.

September lalu, Omer mengajukan petisi kepada pemerintah Pakistan terhadap pajak pembalut yang bisa mencapai 40 persen.


Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penjualan tahun 1990, pemerintah Pakistan mengenakan pajak sebesar 18 persen untuk produk pembalut wanita dalam negeri, dan bea cukai sebesar 25 persen untuk pembalut wanita impor.

Pajak ini juga berlaku untuk bahan baku pembuatan pembalut. Oleh karena itu, dikutip Al JazeeraUNICEF Pakistan memperkirakan total pajak atas pembalut wanita mungkin sekitar 40 persen.

Menurut studi UNICEF dan WaterAid pada tahun 2024, hanya 12 persen perempuan Pakistan yang menggunakan pembalut komersial. Selebihnya, perempuan menggunakan kain atau bahan sementara untuk menggantikan pembalut yang harganya cukup mahal dan sulit dijangkau.

“Rasanya seperti perempuan berperang di negara bagian Pakistan,” kata Omer.

Kebijakan tidak ramah terhadap perempuan ini tidak luput dari topik menstruasi itu sendiri yang masih menjadi isu tabu di sebagian besar keluarga Pakistan.

“Saya biasa menyembunyikan pembalut di lengan seragam saya, seperti saya menyelundupkan narkoba ke kamar mandi,” kata Omer.

“Kalau ada yang ngomong soal itu (haid dan pembalut), nanti dimarahi gurunya,” ujarnya.

Omer juga mengatakan, meski tumbuh di keluarga kelas menengah di Rawalpindi, Pakistan, ia tetap merasa malu dan harus menyembunyikan pembalutnya setiap kali mengantarnya ke sekolah.

Seorang teman sekelasnya pernah mengatakan bahwa ibunya menganggap pembalut wanita adalah “buang-buang uang”.

“Saat itulah saya menyadari, meski keluarga kelas menengah berpikiran seperti itu, bayangkan betapa sulitnya mengakses produk ini bagi orang lain,” kata Omer.

Saat ini, harga sebungkus pembalut branded di Pakistan berkisar 450 rupee (Rp 26 ribu) untuk 10 buah.

Di negara yang pendapatan per kapitanya hanya Rp 1,9 juta per bulan, harga tersebut setara dengan biaya satu kali makan untuk keluarga beranggotakan empat orang dari kelompok berpenghasilan rendah.

Jika pajak 40 persen dihilangkan, pembalut akan menjadi lebih murah.

(RNP/RDS)