Jakarta, Pahami.id –
Pemimpin Senior Hamas Khalil al Hayya tiba di Kairo, Mesirpada hari Selasa (12/8) untuk mendorong negosiasi gencatan senjata di Strip GazaPalestina.
Al Hayya memimpin delegasi Hamas untuk membahas gencatan senjata 60 hari yang baru.
“(Negosiasi) Diskusikan pencapaian gencatan senjata 60 hari (di Gaza),” kata beberapa sumber Mesir, seperti dikutip oleh kantor berita Al Qahera.
Menurut sumber, pembicaraan di Kairo bertujuan untuk mendorong awal negosiasi dan membuat kemajuan dalam prospek mencapai perjanjian gencatan senjata.
Kunjungan delegasi Hamas diadakan setelah negosiasi terakhir di Doha, Qatar berakhir pada akhir kematian ketika Israel dan Amerika Serikat menarik diri. Tak lama setelah Israel mundur, negara Zionis malah membuat rencana untuk mengambil jalan Gaza sepenuhnya.
Namun, perbedaan dalam ruang lingkup internal Israel membuat kabinet keamanan akhirnya setuju untuk menduduki kota Gaza, Jalur Gaza Utara.
Sementara itu, menurut Institut Penyiaran Israel, kedatangan delegasi Hamas di Kairo dilakukan untuk membahas inisiatif baru termasuk perjanjian untuk melepaskan 50 tahanan Hamas di Gaza.
Sejauh ini belum ada konfirmasi dari Hamas, Monitor Timur Tengah melaporkan.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty pada hari Senin (11/8) mengatakan bahwa Kairo bekerja sama dengan Qatar dan Amerika Serikat untuk berjuang untuk “perjanjian komprehensif” yang akan menghentikan perang dan menjamin kesepakatan penuh antara Israel dan Hamas.
“Masih ada kesempatan untuk mencapai kesepakatan penuh jika ada niat baik dan kemauan politik,” katanya.
Kritik terhadap Israel yang baru -baru -baru ini sejalan dengan invasi Gaza yang telah menewaskan lebih dari 61.700 orang, mayoritas anak -anak dan wanita.
November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant untuk Perang dan Kejahatan dalam Kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel saat ini menghadapi kasus -kasus pembantaian di Pengadilan Internasional sebagai akibat dari invasi brutalnya di daerah saku.
(BLQ/DNA)