Berita Nasib Pahit Guru Honorer: Gaji Minim, Dipecat Sepihak

by


Jakarta, Pahami.id

Meliana, bukan nama sebenarnya, berprofesi sebagai guru kehormatan di Jakarta sejak tahun 2019. Jika bukan karena kecintaannya pada dunia pendidikan dan pengajaran, ia pasti sudah lama meninggalkan profesi tersebut.

Meski begitu, gaji yang diterimanya selama hampir enam tahun mengajar tidak pernah menyentuh angka upah minimum regional (UMR). DKI Jakarta

Gaji yang diterimanya saat menjadi guru honorer hanya Rp 2 juta. Diberikan juga setiap tiga bulan sekali alias rappel. Bahkan, dia tidak pernah terlambat dibayar.


“Dulu saya nunggu sampai 5 bulan,” kata Meliana saat ditemui CNNIndonesia.com, Rabu (17/7).

Selama ini gaji guru honorer diperoleh dari Dana Operasional Sekolah (BOS). Besarannya ditentukan oleh sekolah.

Sejak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), gajinya berangsur-angsur meningkat. Namun, masih di bawah UMR Jakarta.

Lama kelamaan naik menjadi Rp 3,9 juta. Lalu naik menjadi Rp 4,22 juta, ujarnya.

Terakhir, gajinya Rp 4,6 juta. Meski di atas kertas gajinya terus meningkat, Meliana harus mengembalikan Rp 1 juta ke sekolah.

“Katanya untuk keperluan sekolah. Padahal yang saya tandatangani Rp 3,9 juta. Tapi yang saya terima tidak seberapa,” ujarnya.

Meski demikian, Meliana tetap menjalankan profesi tersebut. Selama hampir enam tahun ia mengajar di beberapa sekolah.

Sekolah terakhirnya adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang berlokasi di Jakarta Barat.

Setiap hari dia pulang pergi menggunakan KRL. Dia keluar pagi-pagi karena rumahnya di Jakarta Timur. Ia harus menempuh perjalanan 1,5 hingga 2 jam menggunakan angkutan umum.

“Aku berangkat jam 4, jam setengah 5. Tapi persiapannya dimulai jam 3,” ujarnya.

Meliana tidak mau kesiangan. Dia tidak mau melewatkan satu jam pun pelajaran karena rumahnya jauh.

Dia mengajar seperti guru PNS dan PPPK. Namun gajinya berbeda. “Bebannya sama,” kata Meliana.

Meliana bisa mengajar di tempat yang dekat dengan rumahnya. Ia diterima di salah satu sekolah dasar swasta di kawasan Jakarta Timur.

Namun, kata dia, SD di Jakarta Barat membutuhkan lebih banyak guru. Ia melihat ada peluang lain jika ia mengajar di SD Negeri. Rencananya Meliana ingin mencoba mendaftar menjadi guru PPPK pada Desember 2024.

Namun, kini ia sepertinya menemui jalan buntu. Meliana tiba-tiba dipecat secara sepihak oleh sekolah tempatnya mengajar. Dia tidak mengerti alasan pemecatannya.

Nomor Dapodiknya juga sudah dinonaktifkan. Ia tidak bisa mengajar lagi dan tidak bisa mendaftar menjadi Guru PPPK.

“Itulah yang membuat saya tercekik. Jadi, misalnya saya dikeluarkan dari sekolah, karir saya juga sepertinya terhenti banget,” ujarnya.

Pemecatan sepihak ini tak hanya terjadi pada Meliana. Persatuan Guru dan Pendidikan (P2G) menerima pengaduan dari 107 guru honorer di Jakarta yang dipecat secara sepihak.

Korban pemecatan lainnya adalah Kirana (bukan nama sebenarnya). Ia menjadi guru honorer di Jakarta sejak tahun 2021.

Pada 11 Juli 2024 pukul 21.32 WIB, ia menerima pemberitahuan penghentian melalui pesan WhatsApp dari kepala sekolah.

Kirana kaget saat melihat pesan itu. Dia hanya bisa diam. Namun segera setelah itu, air matanya tidak bisa berhenti. Ia memikirkan nasibnya sendiri dan juga nasib murid-muridnya.

“Saya menangis, memikirkan kehilangan pekerjaan dan memikirkan nasib murid-murid saya,” kata Kirana.

Sama seperti Meliana, Kirana juga sangat menyukai dunia pendidikan dan pengajaran. Meski digaji Rp 1,5 juta sebulan, ia tak pernah bolos mengajar.

“Saya tetap menjadi guru honorer karena saya sangat mencintai dunia pendidikan, kita cinta mengajar. Dan saya sudah terlalu mencintai murid-murid saya. Jadi lebih berat meninggalkan mereka,” kata Kirana.

Bahkan, ia masih mengajar saat sedang hamil tua dan mengalami kontraksi sebelum melahirkan.

“Jum’at dini hari saya mulai kontraksi. Lalu ada kelas, membuat anak-anak saya malu kalau saya malah kasih tugas. Jadi saat di G-Meet, kontraksi kadang-kadang datang dan tertunda untuk saat ini, lalu lanjut ngobrol dan menjelaskan materi itu,” dia menambahkan.

Namun upaya dan dedikasi tersebut tidak membuat Kirana selamat dari PHK massal. Departemen Pendidikan mungkin tidak mengetahui apa yang dialami Kirana dan Meliana.

Tidak ada kata maaf karena tidak mampu memberikan gaji yang layak dan tidak ada penghargaan. Yang ada hanya pesan pemecatan sepihak dan mendadak.

Alasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak bisa diterima

Dissik mengatakan pemberhentian tersebut mengacu pada temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Mereka mengatakan yang terjadi saat ini adalah penindakan, bukan pemecatan massal.

Disdik mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 63 Tahun 2022, guru yang dapat diberikan honorarium dana BOS harus memenuhi empat syarat, yakni bukan pegawai negeri sipil (ASN), terdaftar di Dapodik, memiliki keunikan. jumlah guru dan tenaga kependidikan (NUPTK), serta belum menerima tunjangan profesi guru.

“Jadi, ini bukan soal pemecatan. Kami melakukan pengaturan dan pengendalian untuk memastikan guru benar-benar tertib,” kata Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI, Budi Awaluddin, di Balai Kota DKI, Rabu (17/7). ).

Kirana menilai Kementerian Pendidikan belum mengetahui situasi sebenarnya di sekolah. Ia mengungkapkan, banyak sekolah yang kekurangan guru sehingga harus mempekerjakan tenaga honorer. Mau tidak mau, pihak sekolah harus mengalokasikan sebagian dana BOS untuk honorarium.

“Jadi lebih heran lagi kalau Kementerian Pendidikan terlalu banyak memberikan penjelasan salahkan itu sekolah. Meski pihak sekolah melakukan hal tersebut karena putus asa mendapatkan guru, namun Kementerian Pendidikan melaporkan tidak ada guru yang diutus. Jadi sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan pihak sekolah. “Di mana sekolah mencoba merekrut penghargaan?”

Sementara untuk memenuhi kebutuhan penerima dana BOS tidaklah mudah. Menurut Kirana, Kementerian Pendidikan juga harus mendalami masalah ini dan mencari alternatif penyelesaiannya.

“Jika ditemukan tenaga honorer di BPK, maka KKI tidak lagi mengangkat tenaga honorer sehingga yang terhormat bisa memenuhi standar untuk mendapatkan dana BOS,” kata Kirana.

Ia juga berharap Dapodik bagi guru yang diberhentikan dapat diaktifkan kembali. Oleh karena itu, guru honorer masih mempunyai kesempatan untuk mendaftar seleksi Guru PPPK.

Jaksa Umum LBH Jakarta Fadhil Alfathan menilai temuan BPK tidak boleh dijadikan dasar pemecatan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Dia menduga ada pelanggaran dalam kebijakan pemecatan sepihak.

“Yang perlu ditindaklanjuti adalah rekomendasi BPK. Apakah ada rekomendasi BPK yang mengarahkan untuk dilaksanakan? pembersihan (dipecat)?” kata Fadhil.

Dia juga membenci istilah ‘pembersihan‘ atau ‘pembersihan’ yang digunakan Disdik. Menurut dia, istilah tersebut biasa digunakan dalam tindakan kriminal, seperti pembersihan etnis atau genosida.

“Sangat disayangkan bila kita melihat ada pihak yang menganggap ini sebagai pembantaian guru honorer. Karena penggunaan istilah itu bagi kami ambigu,” ujarnya.

Kepala Divisi Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menilai PHK massal guru honorer lebih banyak dampak negatifnya.

Salah satunya berpotensi terjadi kehilangan pembelajaran kepada siswa. Hal ini terlihat pada masa pandemi Covid-19 ketika siswa tidak bisa bertatap muka dengan guru.

“Kita harus belajar dari wabah yang dialami oleh pelajar kita, pelajar kita, anak-anak Indonesia kehilangan pembelajaran karena pandemi. Apa gunanya? Artinya karena tidak ada pertemuan langsung dengan guru, kata Iman.

“Dan hari ini pencopotan guru honorer tersebut dari sekolah,” lanjutnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pada tahun 2024, Indonesia masih membutuhkan 1,3 juta guru lagi. Sedangkan pemilu PPPK hanya mampu memenuhi 55 persen.

“Karena itu, kita sudah bisa memperkirakan akan banyak kelas yang sangat kosong,” ujarnya.

(ya Tidak)