Surabaya, Pahami.id –
Seorang siswa dari massa massa Tindakan menolak hukum TNI Di Surabaya, dilaporkan menderita patah tulang, didakwa dengan penindasan polisi pada hari Senin (3/24).
Dia adalah mahasiswa Surabaya State University (UNESA), Rizky Syahpeta.
Rizky, yang merupakan ketua periode GMNI Surabaya DPC 2023-2025, menderita patah tulang di tangan kiri dan luka yang robek di kaki kiri.
Ketua Cabang GMNI Surabaya Dhipa Satwika Oey mengatakan ini dialami oleh Rizky setelah dipukul oleh semprotan dari meriam air yang digunakan oleh polisi untuk membubarkan massa aksi.
“Rizky Syahpeta, menderita patah tangan kiri dan luka yang robek di kaki kiri karena semprotan meriam yang kuat selama tindakan yang menolak hukum,” kata Dhipa dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (3/26).
Setelah menderita insiden yang tidak beruntung, Rizky dibantu oleh kader GMNI segera bergegas ke Rumah Sakit Universitas Airlangsga (Universitas Airlangga). Sekarang dia dalam penanganan intensif.
“Korban telah beroperasi dari Selasa (200/25) pada pukul 19:00 sampai Rabu pagi ini, terima kasih Tuhan itu berjalan dengan baik,” katanya.
Dhipa menjelaskan bahwa GMNI Surabaya sedang dalam demonstrasi dengan masyarakat sipil lainnya di depan gedung Grahadi, Surabaya, Senin (3/24) kemarin.
Itu, katanya, adalah untuk menyampaikan tuntutan penolakan hukum TNI. Namun, sebelum klaim dibuat, pertempuran terjadi.
“Ketika Dawn Shoheh sebagai ketua organisasi GMNI Surabaya akan membaca klaim, orang -orang yang mengulangi nyanyian antara publik dan pihak berwenang tidak kondusif,” katanya.
“Melihat kejadian ini, GMNI Surabaya telah setuju untuk menyebar, tetapi apa yang terjadi, saudara -saudara kita sebenarnya adalah korban target yang salah oleh pihak berwenang,” katanya.
Dahipa menekankan bahwa semua kader GMNI Surabaya yang merupakan anggota parlemen TNI, termasuk Rizky, tidak bertindak melawan hukum. Tapi dia menyesali tindakan polisi yang membuat meriam air kepada orang yang tidak bersalah.
“Kami juga mematuhi aturan yang ada, di mana kami tidak membawa senjata atau alat yang tajam yang dapat menyebabkan kerusuhan. Massa kami juga menyebar selama bentrokan dan tidak berpartisipasi dalam kekacauan,” katanya.
Tindakan menolak hukum gedung Grahadi di Surabaya pada hari Senin (3/24) berantakan. Sejumlah orang belum dikonfirmasi sebagai banyak aksi untuk menghilangkan botol plastik, batu dan molotov menuju Grahadi.
Tidak ada informasi dari pihak resmi yang memulai lemparan. Juga tidak dikonfirmasi apakah sekelompok orang yang melanggar Molotov, Stone dan Fireworks adalah bagian dari massa tindakan atau tidak.
Polisi kemudian menembakkan meriam air dan memindahkan ratusan staf Brimob dan Dalmas untuk menangkal massa aksi. Sebanyak 25 orang ditangkap.
(Kid/Frd/Kid)