Jakarta, Pahami.id –
Dosen dalam Hukum Konstitusi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa orang -orang yang mengkritik pejabat atau lembaga publik tidak dapat lagi didakwa dengan kejahatan.
Dia mengatakan itu adalah hasil dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pasal 27a dan Pasal 45 paragraf (4) hukum
“Jadi orang -orang ketika dia mengkritik pegawai negeri atau kritik lembaga tidak dapat dikritik berdasarkan keputusan pengadilan konstitusional,” kata Castro, pidatonya, Cnnindonesia.comRabu (30/4).
Pengadilan Konstitusi pada hari Selasa (29/4) kemudian memberikan beberapa permintaan lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan untuk undang -undangnya.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa artikel tersebut menyerang kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27A dan Pasal 45 paragraf (4) undang -undang yang tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas, lembaga, perusahaan, perusahaan atau posisi spesifik atau spesifik. “
Pasal 27A ITE Hukum berbunyi: Semua orang sengaja menyerang kehormatan atau reputasi orang lain dengan menuduh sesuatu, dengan niat bahwa itu umumnya dikenal dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.
Sedangkan Pasal 45 paragraf (4) hukum berbunyi: Setiap orang yang sengaja menyerang kehormatan atau reputasi orang lain dengan menuduh sesuatu, dengan niat bahwa itu umumnya diketahui dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27a dihukum karena maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimum Rp.400.000.000.00.
Hakim -hakim Konstitusi juga menyatakan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27a dan Pasal 45 paragraf (4) hukum yang bertentangan dengan Konstitusi 1945.
Menurut Castro, keputusan itu adalah penekanan bahwa pelanggaran pencemaran nama baik tidak berlaku untuk lembaga dan pegawai negeri sipil.
“Itu karena posisinya legal dikritik oleh publik bahkan menghina dalam tanda kutip legal“Dia berkata.
Dia menekankan bahwa fitnah memang konsep dasar tidak melekat pada posisi.
“Ya, jika kritik adalah suatu posisi, itu baik -baik saja -hanya saja, itu saja legal“Dia berkata dengan tegas.
Dia juga mengomentari keputusan Mahkamah Konstitusi pada Pasal 28 paragraf (3) hukum. Ini adalah keputusan klaim Jovi Andrea Bachtiar, jaksa penuntut yang merupakan terdakwa yang memfitnah yang telah dijatuhi hukuman enam bulan.
Dalam keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan kata ‘kerusuhan’ dalam Pasal 28 paragraf (3) dan Pasal 45A ayat (3) hukum yang bertentangan dengan Konstitusi 1945, dan kurangnya hukum yang hangat selama tidak ditafsirkan ‘kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum dalam ruang fisik,
Pasal 28 dari paragraf 3 dari undang -undang sebelumnya dibaca: Semua orang sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dia tahu berisi pemberitahuan palsu yang menyebabkan kerusuhan di masyarakat.
Sedangkan Pasal 45A paragraf 3 hukum berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang dia tahu berisi pemberitahuan yang menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 paragraf (3) akan dihukum dengan maksimal 6 (enam) tahun dan/ atau denda maksimum Rp1.000.000.000.00.
Castro percaya bahwa kedua keputusan itu adalah udara segar untuk demokrasi digital di Indonesia.
Dia mengatakan bahwa sejauh ini belum ada jaminan keamanan untuk kegiatan digital rakyat.
“Jadi apa yang memenuhi syarat untuk pengadilan konstitusional sebagai masalah kerusuhan hanya dalam konteks fisik yang tepat, sementara dalam konteks ruang digital, jika ia menyebabkan kontroversi dan perdebatan tidak dapat memenuhi syarat sebagai masalah kerusuhan,” katanya.
(MNF/WIS)