Jakarta, Pahami.id —
Alokasi kontrasepsi untuk usia sekolah dan remaja dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan menimbulkan kontroversi.
Ketentuan dalam pasal tersebut dikhawatirkan akan mendorong penggunaan alat kontrasepsi di kalangan pelajar.
Wakil Ketua Komisi
“Hal ini tidak sesuai dengan amanat pendidikan nasional yang berlandaskan akhlak mulia dan menjunjung tinggi norma agama,” kata Fikri dalam keterangannya, Senin (5/8).
Fikri justru menilai keluarnya aturan tersebut justru membolehkan adanya budaya seksual di kalangan pelajar atau mahasiswa. Menurutnya, pemerintah harus aktif menggalakkan seks bebas.
“Daripada mensosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada remaja, malah memberikan alat, kemana perginya alasan tersebut?” dia berkata.
Di sisi lain, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) mengkaji peraturan yang memudahkan alat kontrasepsi atau pencegahan kehamilan bagi anak sekolah atau pelajar.
Nanti di Dinas Pendidikan dan juga akan kita koordinasi dengan Dinas Kesehatan,” kata Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaludin di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (5/ 8).
Budi mengatakan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan menindaklanjuti kebijakan tersebut setelah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Iya, sementara ini tentunya perlu ada pendekatan kepada pelajar dan kita akan berkoordinasi dengan pihak kesehatan,” ujarnya.
Aturan untuk akomodasi pernikahan muda
Plt Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, Pasal 103 sebenarnya menempatkan pasangan menikah muda dalam kaitannya dengan pendidikan kesehatan reproduksi.
Menurutnya, cukup banyak anak atau remaja berusia 15 tahun yang sedang menstruasi yang dinikahkan oleh keluarga masing-masing.
“Ini untuk remaja yang sudah menikah namun akan menunda kehamilan hingga siap untuk hamil,” kata Nadia saat dihubungi. CNNIndonesia.comSenin (5/8).
Nadia juga menegaskan, hal yang diatur dalam PP adalah pelayanan kesehatan dan reproduksi berdasarkan daur hidup.
Jelasnya, ketentuan tersebut merupakan suatu pelayanan yang komprehensif, sehingga pasal-pasal tersebut tidak dapat ditafsirkan terpisah dari pasal-pasal lainnya. Aturan detailnya akan diatur dalam peraturan baru.
Nanti lebih detailnya akan kami susun dalam Peraturan Menteri Kesehatan, jelas Nadia.
Di sisi lain, Nadia juga menegaskan aturan ini tidak boleh disalahartikan sebagai upaya mendorong anak usia sekolah dan remaja untuk menggunakan alat kontrasepsi sebelum menikah.
“Kondom tetap diperuntukkan bagi mereka yang sudah menikah. Usia sekolah dan remaja tidak membutuhkan alat kontrasepsi. Sebaiknya pantang atau tidak melakukan aktivitas seksual,” kata Nadia.
(khr/fra)