Yogyakarta, Pahami.id –
Sebanyak 13 administrator dan Lainnya Ora Aji Islam Boarding School (Ponpes), Kalasan, Sleman, DIY, didakwa dengan penganiayaan terhadap siswa lain di mantan presiden delegasi khusus Ponpes Care Prabowo Subianto, Miftah Maulana Itu. Itu.
Korban dalam kasus ini inisial KDR (23). Dia dikatakan telah mengalami berbagai bentuk penganiayaan oleh lusinan orang.
Heru Lestarianto, ketua tim penasihat hukum KDR, mengatakan bahwa penganiayaan mengatakan oleh kliennya terjadi pada 15 Februari 2025. Pemicu, KDR dituduh mencuri hasil penjualan air galon yang dikelola oleh total RP. 700 ribu.
Untuk tim hukum, korban mengakui bahwa ia dianiaya dalam dua waktu yang berbeda. Setiap kali penganiayaan diadakan, KDR dibawa ke salah satu kamar di sekolah asrama Islam.
“Termasuk ruang dan kemudian 13 orang memukul, informasi itu terikat,” kata Heru, Kamis (5/28).
Tim hukum mengatakan bahwa kliennya dipukuli dalam sebuah kelompok, terkejut dan dipukuli dengan tabung oleh lusinan orang, baik secara bergantian atau bersama -sama.
“Penyiksaan ini didasarkan pada orang yang mengakui, dari penjualan Galon Water di mana uang itu, dengan penganiayaan akhirnya mengakui,” Heru menjelaskan.
Menurut Heru, orang tua kliennya kemudian datang ke Ponpes untuk memberikan uang pengganti dengan jumlah nominal RP. 700 ribu.
“Namun, karena alasan apa pun, tidak ada kekerasan dan kewaspadaan dalam menyelesaikan masalah hukum karena Republik Indonesia adalah aturan hukum,” kata Heru.
Menurut Heru, orang tua korban menyebutkan efek penganiayaan pada anak mereka sekarang mengalami gejala seperti stroke terhadap gangguan mental, dalam bentuk atau sering berkecamuk setiap malam.
KDR telah menjalani beberapa ujian, termasuk pasca -mortem di Rumah Sakit Bhayangkara Pola DIY. “Tapi dia segera dibawa pulang untuk perawatan lebih lanjut karena kondisinya sebagai kebingungan, jadi sekarang dia terus ke psikiatri,” kata Heru.
Heru juga mengatakan bahwa dana untuk pemulihan juga membuat orang tua korban menjadi korban. KDR sendiri tidak ada di Ponpes, tetapi daerah di luar Jawa.
Heru melanjutkan, kliennya telah mengajukan laporan polisi di kantor polisi Kalasan, terdaftar dengan nomor: STTLP/22/II/2025/SEK KLS/Polisi SLM/POLDA DIY tanggal 16 Februari 2025. Namun, operasi kasus ditransfer ke polisi Sleman.
Pelanggannya melaporkan empat orang dengan usia dan sembilan lainnya yang dikatakan sebagai pelecehan pidana, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 170 Jo 351 Jo 55 KUHP yang mengendalikan kejahatan tersebut. Heru mengatakan pihak -pihak yang dilaporkan saat ini diduga penyelidik.
“Itu harus diadakan, hanya ini bukan. Informasi yang kami terima, mereka mengajukan permintaan penangguhan penahanan,” katanya.
Tim hukum menyesali insiden dugaan kekerasan ini, terutama di lingkungan lembaga pendidikan yang memprioritaskan ibadat agama. Mereka meminta semua pihak yang relevan untuk menyelesaikan proses hukum acara tersebut. Termasuk penjaga Ponpes, saya khawatir tentang masalah tersebut dan polisi segera menangkap tersangka.
“Yang kami sesali adalah mengapa dari The Guardian, dari gubuk, tidak ada komentar, hanya pengacara dan yayasan. Meskipun ini adalah seorang siswa,” kata Heru.
Secara terpisah, kepala polisi Sleman, Komisaris Polisi Edy Setianto Erning Wibowo mengatakan kasus itu sedang dalam proses.
“Kami menanganinya, sekarang file telah berjalan,” kata Erning ketika dihubungi pada hari Kamis.
Erning belum menetapkan rincian kasus ini, termasuk menentukan status tersangka. Disebutkan tentang penangkapan para pelaku oleh polisi, dia hanya mengatakan bahwa beberapa dari mereka masih di bawah umur.
“Ini anak di bawah umur,” katanya.
“Kemarin dari korban sendiri menyerahkan RJ (Keadilan Pemulihan“, Tapi kami sedang menunggu laporan dari mereka,” katanya.
Tidak ada informasi dari Manajer Sekolah Hostel dan Miftah Maulana tentang kasus ini. Cnnindonesia.com Telah mencoba menghubungi Miftah dan sekolah asrama tetapi belum dijawab.
(kum/dal)